Jakarta, Aktual.com — Wakil Ketua DPR RI Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Fahri Hamzah balik menyerang pengurus DPP PKS dibalik desakan yang meminta dirinya mundur.

Tindakan ini menyusul, adanya pernyataan Ketua Bidang Polkam DPP PKS Al Muzammil Yusuf, Presiden PKS Muhammad Shohibul Iman dan Wakil Sekjen DPP PKS Mardani Alisera, mengenai adanya evaluasi oleh Badan Penegak Disiplin Organisasi (BPDO) DPP PKS kepada para pejabat publik yang berasal dari PKS, serta pemberitaan tentang permintaan mundur kader dan simpatisan PKS terhadap dirinya.

Fahri meminta agar sebaiknya evaluasi dibicarakan pada saat rapat evaluasi fraksi atau partai. Bukan, dibicarakan didepan publik.

“Semua terbuka. Mekanisme organisasi transparan, terbuka nggak usah main di belakang. Kita ngobrol baik-baik. Kita kan orang dewasa. Kami semua lama di partai masa nggak bisa selesaikan. Posisi saya tidak ditentukan AD/ART PKS. Tapi konstitusi dan UU MD3,” ujar Fahri di DPR, Senayan, Senin (11/1).

Fahri juga menanggapi maksud pernyataan langsung Sohibul Iman melalui pesan elektronik, bahwa Fahri seorang negarawan yang kooperatif.

“Saya nggak tau maksudnya apa. Saya tau beliau orang baru. Sebagai orang di KMP kita punya data membaca dinamika koalisi. Kita sharing, tapi ada hal yang tidak boleh di share di publik. Tapi mungkin kan ada gerilya saya harus mundur,” ungkapnya

Sementara saat ditanya siapa saja yang bergerilya mendorong dirinya untuk mundur, Fahri mengaku tak begitu mengetahui secara pasti. Tetapi, kata dia, membaca time line dan sebuah wawancara disebuah televisi swasta, Muzamil yusuf mengatakan Fahri Hamzah sedang di evaluasi dan harus mundur dari jabatannya.

“Kedua, Mardani bilang ada kader minta Fahri turun. Kader yang mana ?,”

“PKS itu tidak di atur orang. Di atur sistem. Ini partai kader. Orangnya pinter-pinter baca peraturan makanya keputusan pimpinan merujuk organisasi modern. Ada aturannya. Pemimpin juga diikat peraturan,” cetusnya

Menyinggung dirinya harus mundur karena membela Setya Novanto pada kasus pelanggaran kode etik, Fahri menegaskan itu hanyalah opini. Membela orang, kata dia, harus disertakan bukti.

“Itu harus ada buktinya. Kan ada yang bela SN ada yang bela SS. Kan nggak boleh opini begitu. Harus ada bukti dan kesaksian,” katanya.

Artikel ini ditulis oleh: