Jakarta, Aktual.com — Anggota Komisi VII DPR-RI, Kurtubi mengkritik keras PT Freeport Indonesia yang belum memenuhi kewajiban terhadap pemerintah sebagaimana yang telah disepakati di Nota Kesepahaman (MoU) bersama pemerintah, sehingga Freeport diberikan izin ekspor konsentrat meskipun belum membangun smelter.
Salah satu poin penting dalam MoU tersebut selain akan membangun smelter, bahwa Freeport akan mendivestasikan sahamnya kepada pemerintah, namun hingga MoU mulai mendekati masa berakhir pada 24 Januari 2016 mendatang, pembangunan smelter belum menunjukkan progres yang signifikan. Divestasi pun yang semestinya sudah mulai ditawarkan sejak 14 Oktober 2015, namun sampai sekarang belum ada tawaran resmi.
“Mestinya izin ekspor dikaitkan dengan komitmen untuk membangun smelter di Papua agar terjadi pemerataan pembangunan infrastruktur,” kata Kurtubi melaui pesan elektronik kepada aktual.com Selasa (12/1).
Selain itu, menurutnya Papua layak untuk ditetapkan menjadi kawasan industri khusus berbasis tambang dalam rangka pembangunan Papua.
Seperti yang diketahui, disepakatinya MoU ini karena ada komitmen Freeport untuk mendorong kewajiban divestasi sebesar 30 persen yang dilakukan melalui dua tahap, tahap pertma sebesar 11 persen, dan tahap kedua mencapai keseluruhan 30 persen.
Saat ini saham kepemilikan Indonesia baru mencapai 9,46 persen dari seharusnya 30 persen. Selain itu, pembangunan smelter belum menunjukkan keseriusan dan tidak ada progres yang signifikan.
Artikel ini ditulis oleh:
Dadangsah Dapunta
Arbie Marwan