Jakarta, Aktual.com — Harga minyak mentah Amerika Serikat turun di bawah 30 dolar AS per barel untuk pertama kalinya dalam 12 tahun pada Rabu (13/1) pagi WIB, karena anggota OPEC Nigeria menyerukan pertemuan darurat untuk mengatasi kejatuhan harga.
Penurunan harga minyak mentah ini juga tentunya akan berdampak terhadap kegiatan hulu perminyakan, dimana rata-rata biaya produksi hulu di Indonesia adalah 25 dolar AS per barel. Selain mengancam ketahanan energi, penurunan ini juga mengancam kebijakan fiskal di Indonesia, yang notabene masih bergantung dengan pendapatan sektor migas.
Patokan AS, minyak mentah light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Februari jatuh ke 29,93 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange, tingkat yang terakhir terlihat pada Desember 2003.
Harga WTI mundur sedikit pada akhir perdagangan menjadi ditutup 97 sen lebih rendah pada 30,44 dolar AS per barel.
Di London harga juga jatuh, dengan patokan Eropa, minyak mentah Brent North Sea untuk pengiriman Februari berakhir turun 69 sen menjadi 30,86 dolar AS per barel.
Penurunan harga minyak berlanjut, dengan beberapa analis sekarang memperkirakan harga 20 dolar AS sudah dekat, mendorong gejolak lebih besar di para eksportir, banyak yang merasakan penurunan mendalam pada pendapatan mereka akibat kejatuhan pasar.
Menteri sumber daya minyak Nigeria, Emmanuel Ibe Kachikwu, menyatakan bahwa ia mengharapkan pertemuan luar biasa dari kartel minyak OPEC di “awal Maret” untuk mendiskusikan harga minyak mentah yang sedang menuki.
“Kami mengatakan bahwa jika harga menyentuh 35 dolar AS (per barel), kami akan mulai melihat … sebuah pertemuan luar biasa,” Kachikwu mengatakan pada sebuah forum energi di Uni Emirat Arab.
Nigeria, produsen minyak terpenting dan ekonomi terbesar Afrika, telah dirusak oleh runtuhnya harga minyak mentah karena menyumbang 90 persen dari pendapatan ekspor negara dan 70 persen dari pendapatan pemerintah secara keseluruhan.
Namun, dengan Arab Saudi dan sekutunya di Teluk seperti Uni Emirat Arab mempertahankan penurunan harga untuk menekan pesaing mereka — terutama di Amerika Serikat — keluar dari pasar, masih ada keraguan tentang apakah Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) bisa bertindak.
“Desakan Nigeria untuk pertemuan OPEC lebih awal akan menjadi faktor konstruktif jika itu adalah untuk menyebabkan pertemuan aktual dan pergeseran dalam kebijakan,” kata Tim Evans di Citi Futures.
“Tapi itu jauh dari jelas bahwa Arab Saudi dan sekutu terdekatnya seperti UAE terbuka untuk berbicara tentang hal itu.” Andy Lipow dari Lipow Oil Associates mengatakan bahwa wakil UAE di konferensi minyak dengan cepat telah menolak gagasan pertemuan OPEC.
“Akibatnya pasar terus mencari sesuatu untuk mendukung harga, tetapi sebenarnya tidak ada di luar sana pada saat ini.”
Artikel ini ditulis oleh:
Arbie Marwan