Semarang, aktual.com – Yunita (20), gadis lajang puteri keluarga berinisial (T), asal warga Mangkang, Kelurahan Purwosari, kecamatan Ngaliyan, Semarang menghilang selama dua bulan.
Diduga, keberadaan gadis belia itu mengikuti organisasi Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) ke Nusa Tenggara Barat sejak 11 November 2015. Bahkan, disusul pula kakak kandung korban bernama Dian Purwandari (25), dan Arif Setiawan (26).
Keduanya merupakan pasangan suami isteri yang baru menikah 2 tahun juga menghilang selama satu bulan meninggalkan keluarga sejak 11 Desember 2015.
Menurut ibunya berinisial M, Yunita menghilang dengan berpura-pura berpamitan bekerja pada sebuah perusahaan properti PT Mataram Property di NTB.
Hal itu dibuktikan dengan sehelai surat dari perusahaan berisi masa training kerja selama tiga bulan dan surat wasiat terakhir pamitan yang dikirimkan melalui Pos.
“Setelah tahu, saya pergi family ke Yogyakarta. Ternyata dia tidak pergi ke Jogya ikut acara seminar atau kegiatan. Itu saya tahu setelah keluarga saya di Jogja juga ikut menghilang,” ujar ibu korban.
Dia pun melihat ada hal janggal dengan kepergian putrinya tersebut. Barang-barang bawaan itu berupa dagangan berupa pakaian, dan barang dagangan. Sebab, korban setiap hari berjualan produk melalui online.
“Dia itu tidak pamitan mau pergi kemana. Setahu saya dia pergi untuk mengantarkan pesanan jualannya ke konsumen. Bahkan saat mengantarkan ke halte bus way saja, malah tidak pamitan. Malahan sempat bawa lamput badai itu. Saya kok jadi aneh dengan tingkahnya itu,” beber dia.
Sedangkan kakak kandungnya, lanjut dia, keduanya beralasan mau ikut suami pindah ke Kendari, Sulawesi Tengah. Sebelumnya, kata dia, Arif bekerja di konsorsium BCB, anak perusahaan PLTU Rembang selama setahun. Namun, keduanya bertempat tinggal mengkontrak satu tahun di Kudus setelah menikah.
“Menantu dan anak saya itu pamitan mau pindah tugas ke Kendari. Setelah saya cek, ternyata kok tidak dipindah tugaskan. Saya mulai khawatir kepada dua anak saya itu,” ucap dia.
Untuk memastikan keberadaan kedunya, dirinya bersama suami mengecek langsung ke perusahaan tempat kedua pasangan suami isteri itu bekerja di Rembang. Namun, pihak perusahaan tidak membenarkan bila sang suami pindah tugas. “Pihak perusahaan kaget dengan kejadian itu. Tapi, tetap diperbolehkan bekerja lagi, karena ini musibah. Namun, pastinya perusahaan akan menjatuhkan sanksi,” beber dia.
Saat pindah ke Kendari, sang ibu pun mulai susah menghubungi putri pertama dak keduanya itu. Bahkan, komunikasi awal meminta agar tidak susah menghungi lagi. Berkali-kali panggilan telfone maupun pesan singkat SMS tidak pernah dibalas melalui ponsel genggamnya.
“Dia bilang minta maaf waktu ditelepon-telepon itu hujan. Suaranya tidak kedengaran, dan lampu mati. Akhirnya, jadi tidak bisa telfon. Bahkan, bilang tidak usah telfon lagi,” tuturnya.
Atas kehilangan dua puterinya, dirinya pun telah melaporkan kehilangan sebanyak dua kali kepada Kepolisian Daerah Jateng. Namun, kata dia, respon petugas atas laporan kehilangan ikui organisasi Gafatar itu tidak direspon dengan senang hati. Justru melemparkan laporan untuk mencari lebih dulu.
“Sudah dua kali laporan ke Polda Jateng, dan disarankan ke Polrestabes Semarang. Tapi apa ?, jawabannya petugas kehilangan seseorang di atas umur 17 tahun. Justru disuruh memastikan dulu ke Gafatar. Kata pak poliri bahwa Gafatar itu organisasi baik,” tutupnya.
Artikel ini ditulis oleh: