Jakarta, Aktual.com — Kabupaten Banyuwangi memiliki keindahan alam yang luar biasa indah. Salah satunya adalah tempat wisata Mangrove Bedul yang terletak di Dusun Blok Solo, Desa Sumberasri, Kecamatan Purwoharjo.
Tempat wisata Mangrove Bedul berada dalam kawasan Taman Nasional Alas Purwo yang menyuguhkan pemandangan hutan mangrove atau bakau nan asri dan alami.
Lokasi tersebut merupakan wisata ekosistem wujud komitmen dan kerja sama antara Pemkab Banyuwangi dalam hal ini Desa Sumberasri dan Balai Taman Nasional Alas Purwo (TNAP) dalam upaya mengembalikan, melindungi, dan mengembangkan hutan yang utuh berikut semua biota yang ada di dalamnya.
Hutan mangrove tersebut tumbuh lebat di sepanjang kawasan sungai yang oleh warga setempat dinamakan “Segoro Anak” (Anak Laut). Kawasan itu merupakan muara sungai air payau yang mengalir ke Samudera Indonesia.
Pemandu wisata Mangrove Bedul yang juga warga desa setempat, Riyadi mengatakan, konsep wisata alam laut dan hutan mangrove di Blok Bedul muncul sejak tahun 2003.
Namun, baru benar-benar dibuka untuk umum mulai tahun 2009 setelah ada penandatanganan kerja sama Pemkab Banyuwangi dalam hal ini Desa Wisata Sumbersari dengan Balai Taman Nasional Alas Purwo di tahun 2007.
“Kawasan ini dikembangkan untuk pariwisata seja tahun 2009. Selain pemandangannya yang bagus, juga untuk mencegah pencurian kayu yang dulunya marak terjadi di Alas Purwo. Biasanya pohon mahoni yang dicuri dengan cara dihanyutkan ke Segoro Anak,” ujar Riyadi.
Dari kondisi tersebut, pemerintah ingin memberdayakan warga desa setempat dengan mengelola potensi wisata yang ada di sekitar Alas Purwo untuk mendapatkan pekerjaan layak dari pada hanya menjual kayu curian yang dapat merusak lingkungan dan melanggar hukum.
Meskipun dibuka untuk umum, pihak Balai Taman Nasional Alas Purwo tetap membatasi zona tertentu yang dapat dikunjungi untuk tempat wisata dengan zona lain yang murni untuk kelestarian ekosistem yang jauh dari jamahan manusia.
Untuk menuju ke Mangrove Bedul, wisatawan bisa mengendarai kendaraan pribadi dengan menempuh jarak sekitar 50 kilometer ke arah selatan Banyuwangi atau sekitar 2,5 jam dari Banyuwangi. Pemkab setempat telah berusaha memperbaiki jalan menuju lokasi Bedul dan memasang papan penunjuk jalan agar wisatawan tidak kesulitan.
Berdasarkan informasi Dinas Pariwisata setempat, rute yang dilewati kendaraan pribadi menuju Mangrove Bedul adalah, Banyuwangi-Rogojampi-Srono-Muncar-Tegaldlimo-Sumberasri-Bedul.
Atau, melalui rute Banyuwangi-Rogojampi-Srono-Benculuk-Purwoharjo-Sumberasri-Bedul. Sedangkan dengan kendaraan umum, dari terminal Banyuwangi naik bus ke Srono dilanjutkan Muncar, dari Muncar ganti angkudes menuju Tegaldlimo lalu dari situ naik ojek ke Desa Sumberasri dan dilanjutkan ke Bedul.
Dan, dari Banyuwangi naik bus turun di Benculuk kemudian naik angkudes turun di Pasar Curahjati dan dilanjutkan naik ojek ke Bedul.
Setiba di Mangrove Bedul, wisatawan akan disambut dengan gapura besar bertuliskan “Selamat Datang di Taman Nasional Alas Purwo”. Dari pintu masuk Bedul, pengunjung hanya berjalan sekitar 10 menit menuju dermaga sepanjang 225 meter yang di kanan dan kirinya dipenuhi oleh tumbuhan mangrove.
Dermaga tersebut merupakan titik utama untuk menjelajahi Segoro Anak yang pada tepiannya ditumbuhi mangrove terpanjang di Pulau Jawa.
Pada kawasan blok Bedul terdapat 27 jenis mangrove yang hidup di lokasi setempat dan merupakan yang terlengkap di Indonesia. Sehingga, lokasi tersebut merupakan kawasan mangrove terbesar di Pulau Jawa.
Di blok tersebut pula, wisatawan juga akan dimanjakan dengan melihat satwa yang langka dan indah. Di antaranya, kera, beberapa jenis burung seperti burung imigran dari Australia, raja udang, elang laut, dara laut jambul, cekakak sungai, dan beberepa jenis burung kuntul.
Luas hutan mangrove sendiri mencapai sekitar 1.350 hektare yang membentang sejauh 15 kilometer. Diperlukan waktu seharian penuh untuk menjelajahi pesona Mangrove Bedul dan Taman Nasional Alas Purwo.
Untuk menyusuri kawasan Segoro Anak, pengunjung bisa naik perahu yang oleh warga desa sekitar disebut perahu Gondang-Gandung. Yakni dua perahu yang dijadikan satu dengan lantai dan kursi dari kayu dengan atap terpal serta bermesin diesel.
Biasanya, perahu Gondang-Gandung sudah siap di dermaga untuk mengangkut para wisatawan. Tarif naik perahu Gondang-Gandung untuk menelusuri Segoro Anak dan hutan mangrove cukup terjangkau, yakni Rp200 ribu dengan kapasitas perahu bagi 10 hingga 15 orang.
Guna memudahkan wisatawan, pihak pengelola juga menyuguhkan beberapa paket wisata lain yang dapat dipilih sesuai selera. Paket itu umumnya menggunakan alat transportasi perahu Gondang-Gandung.
Di antaranya, ada paket Bedul-Pantai Cungur yang merupakan paket pengamatan burung. Paket ini cocok untuk para fotografi. Paket ini seharga Rp260 ribu untuk maksimal sebanyak 10 orang.
Paket Bedul-Ngagelan, merupakan paket yang menyuguhkan pemandangan mangrove mulai dari Bedul menuju Ngadelan. Sesampai di Ngagelan wisatawan diajak berjalan kaki sejauh 2 kilometer menuju ke tempat penetasan telur penyu secara semi alami dan menikmati atraksi tukik di dalam bak pemeliharaan. Paket ini seharga Rp500 ribu untuk maksimal 10 orang.
Selanjutnya, paket Bedul- Sungai Kere yang merupakan paket pengamatan mangrove. Blok ini merupakan lokasi yang paling bagus untuk mengamati mangrove secara detail, terlebih bagian akarnya, seperti akar tunjang, pensil, lutut, dan akar papan. Paket ini seharga Rp200 ribu untuk maksimal sebanyak 10 orang.
Paket Berkano, diperuntukan bagi wisatawan yang ingin menikmati ekosistem mangrove dengan alat trasportasi belum umum, yakni kano. Paket ini dihargai Rp50 ribu per dua jam.
Serta paket satu hari penuh di Taman Nasional Alas Purwo. Merupakan paket ekowisata satu hari penuh untuk menyusuri Bedung, lalu ke Nagelan, kemudian ke tempat penetasan penyu, lalu ke padang Sadengan, Pancur, Goa Istana, Plengkung, dan kembali ke Bedul. Tarifnya berkisar Rp1,5 hingga Rp2 juta.
Makan di atas perahu Selain menyusuri hutan bakau dan hutan alam yang juga bagian dari Taman Nasional Alas Purwo, tempat wisata Mangrove Bedul juga menyuguhkan paket makan siang di atas perahu Gondang-Gandung atau Katamaran. Dimana, per porsi dihargai Rp25 ribu.
Adapun menu yang ditawarkan pada makan siang di atas perahu Gondang-Gadung adalah nasi lalapan ikan laut yang dibungkus dengan daun jati.
“Ikan yang disajikan adalah ikan Bedul yang merupakan andalan tangkapan warga desa setempat. Ikan Bedul tersebut dimakan bersama nasi, sambal, lalapan, oseng kerang, dan rempeyek. Tak ketinggalan, minumnya adalah kelapa muda,” papar Riyadi.
Salah satu wisatawan asal Kota Madiun, Rindhu Dwi Kartiko sangat terpesona dengan Mangrove Bedul dan menu makan siang yang ditawarkan. Ia menyatakan kagum dengan keaslian alam dan kehidupan flora serta fauna yang ada di kawasan taman nasional tersebut.
“Tempatnya keren sekali. Saya benar-benar dibuat kagum dengan kehidupan biota yang ada di Mangrove Bedul dan Taman Nasional Alas Purwo. Apalagi, acara makan siangnya yang dikonsep di atas perahu dengan menu tradisional dibungkus daun jati. Rasanya, sangat tradiosional dan mantap sekali,” ucap Rindhu.
Ia mengaku ingin kembali lagi ke Mangrove Bedul dan Taman Nasional Alas Purwo untuk mengeksplorasi paket dan blok lainnya yang belum didatangi.
“Saya ingin datang kembali untuk melihat tempat-tempat lain yang belum didatangi. Saya masih penasaran dengan blok Ngagelan untuk melihat aktivitas penetasan penyu, ke Sadengan untuk melihat merak dan satwa lainnya, serta mengunjungi Pantai Plengkung yang kabarnya luar biasa indah,” tuturnya.
Data Badan Pengelola Wisata Mangrove Bedul mencatat, tingkat kunjungan wisatawan ke lokasi setempat pada hari biasa rata-rata mencapai 500 orang. Namun, di akhir pekan jumlahnya bisa meningkat hingga kisaran 1.000 sampai 2.000 pengunjung.
Pihak pengelola sengaja tidak menarget tinggi tingkat kunjungan wisatawan, karena hal itu untuk menjaga ekosistem hutan mangrove dan Taman Nasional Alas Purwo tetap alami.
Kasi Wisata dan Budaya, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Banyuwangi, Aekanu Hariyono mengatakan, Pemkab Banyuwangi dan Balai Taman Nasional Alas Purwo terus berupaya agar Mangrove Bedul tetap asri dan alami meski sebagian zonanya dikembangkan sebagai tempat wisata.
Keasrian dan kealamian tersebut diwujudkan dengan mengelola tempat wisata yang hanya melibatkan warga desa sekitar tanpa campur tangan pihak investor.
“Pemkab Banyuwangi sampai saat ini tidak ada niat melibatkan investor dalam mengelola wisata. Tidak hanya di Mangrove Bedul, namun juga di sebagian besar objek wisata yang dikembangkan di Banyuwangi,” ujar Aekanu Hariyono.
Menurut dia, pemkab lebih cenderung menyerahkan pengelolaan wisata kepada masyarakat yang lebih mengenal karakter alam. Selain itu, juga bertujuan untuk meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan warga desa sekitar.
Berdasarkan pantauan wartawan, Badan Pengelola Wisata Mangrove Bedul semuanya berasal dari warga desa setempat. Mulai dari pemandu wisata, petugas jaga di loket, nelayan yang mengemudikan perahu Gondang-Gandung, hingga penyaji menu santap siang di atas perahu yang melibatkan ibu-ibu warga desa setempat.
Jika Anda tertarik menelusuri hutan mangrove, menikmati sensasi naik perahu Gondang-Gandung dan makan siang di atasnya, kemudian menelusuri hutan alam untuk menuju Pantai Marengan serta berfoto ria di pinggir lautnya, maka Anda harus memasukkan wisata Mangrove Bedul dalam daftar tempat yang akan dikunjungi saat ke Banyuwangi.
Dijamin, wisatawan tidak akan rugi berwisata ke Mangrove Bedul. Sebab, wisata edukasi, rekreasi, dan juga petualangan seru telah menanti di loksi tersebut.
Artikel ini ditulis oleh:
Antara