Jakarta, Aktual.com — Penurunan harga minyak dunia semestinya diiringi dengan penurunan harga BBM pada masyarakat secara berkeadilan, namun faktanya secara kalkulasi harga BBM pada masyarakat dijual dengan harga yang tidak wajar.

Peneliti Institute for Development of Economic and Finance (INDEF), Mohammad Reza Hafiz mengatakan, jika dibandingkan dengan negara tetangga misalnya Malaysia, harga solar Indonesia yang kualitasnya dibawah solar Malaysia harga nya masih lebih tinggi. per Januari ini harga solar Malaysia ada di kisaran (konversi ringgit ke rupiah) Rp5.200.

“Dari segi sektoral, memang solar yang jadi bahan baku industri saat ini sudah seharusnya turun agar industri manufaktur tetap bisa tumbuh untuk menyokong perekonomian yang disertai penyerapan tenaga kerja, namun yang terjadi banyak permainan harga,” tulis Mohammad Reza Hafiz kepada wartawan, Rabu (20/1).

Ia menambahkan, harga Means of Platts Singapore (MOPS) untuk jenis solar saat ini sudah menyentuh harga USD40 per barel, yang artinya jika dirupiah dan diliterkan, harga keekonomian solar berdasarkan MOPS adalah Rp3.500/liter (belum termasuk biaya pengangkutan dan pajak).

Jika dihitung ongkos kirim katakanlah USD3 per barel (Rp300/liter) dan PPN 10% (Rp380/liter) ditambah PBBKB 5% (Rp190/liter) maka semestinya harga solar non subsidi di Indonesia berkisar di harga Rp4.370-Rp4.500 per liter.

Tapi kenyataannya harga Solar subsidi sampai saat ini Rp5.750 per liternya (Harga keekonomian: Rp6.750 per liter) ada selisih harga Rp2.380 dari harga keekonomian (selisih Rp1.380 dari harga subsidi).

Sehingga sudah terjadi praktik jual beli solar dimana harga solar non subsidi (untuk Industri) lebih murah daripada harga Solar subsidi yang dijual di SPBU.

Praktek ini kerap terjadi, pada bulan Agustus 2015 lalu yang saat itu harga solar subsidi di SPBU dijual dengan harga Rp6.900 per liter, PT AKR Corporindo Tbk, justru menjual solar industri di level Rp6.400 per liter, lebih murah Rp 500 per liter.

Artikel ini ditulis oleh:

Dadangsah Dapunta
Arbie Marwan