Tulungagung, Aktual.com – LSM Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) Mangkubumi mengkritisi alih fungsi kawasan hutan lindung di pesisir Pantai Molang, Tulungagung, Jawa Timur yang kini menjadi hamparan tambak lobster, sehingga mengubah bentang alam setempat.

“Kebijakan alih fungsi kawasan hutan untuk budi daya lobster itu jelas menyalahi aturan, dan berpotensi memicu dampak negatif lanjutan,” kritik Sekretaris PPLH Mangkubumi, Zainur Rohman, di Tulungagung, Jumat (22/1).

Ia menengarai, selain merusak vegetasi tanaman di kawasan yang seharusnya menjadi penyangga pantai, budi daya tambak udang bisa memicu peningkatan volume karbondioksida di udara langit Molang.

Kata dia, peningkatan volume udara beracun dalam bentuk karbondioksida tersebut menjadi fokus kajian tim PPLH Mangkubumi, mengacu teori ahli biologi J. Boone Kauffman yang menyatakan, sekitar 100 gram udang produksi di tambak-tambak di Asia mampu melepas 198 kilogram karbondioksida ke udara.

Dengan asumsi itu, diperkirakan sekitar 454 gram udang beku di areal tambak udang pesisir Molang bisa menghasilkan satu ton karbondioksida.

“Masalahnya kemudian, mau berapa lama proses pengembalian fungsi lahan pasca dilakukannya alih fungsi lahan menjadi tambak. Ini akan menjadi persoalan serius jika masa pemulihan itu memakan waktu 35-40 tahun,” ujarnya.

Selain itu, lanjut dia, penggunaan bahan kimia untuk mencuci udang lobster jenis “vannamei” atau udang putih sebelum dikemas untuk memenuhi kebutuhan ekspor tersebut dikhawatirkan juga mencemari lingkungan sekitar Pantai Molang, karena semua limbah produksi dari areal tambak langsung dialirkan ke laut.

“Jika dalam tahap pencucian pasca panen pihak tambak menggunakan bahan kimia semacam kaporit. maka hal ini masuk pelanggaran berat dalam kaidah lingkungan hidup. Sebab bahan kimia ini akan merusak ekosistem laut, termasuk akan mengganggu proses bertelurya ikan di karang-karang sekitar tambak,” ujarnya.

Kaur Hugra (Hukum Agraria) Perum Perhutani KPH Blitar, Heri Purwanto membenarkan adanya kerjasama dengan pihak swasta dalam pengelolaan kawasan hutan di pesisir Molang.

Ia menjelaskan, kerjasama tersebut sudah berlangsung sejak 2003 dengan luasan areal mencapai sekitar 40 hektare yang terbentang di wilayan pesisir Molang yang ada di wilayah Desa Pucanglaban, Kecamatan Pucanglaban, Tulungagung serta di Desa Sidodadi, Kecamatan Bakung, Kabupaten Blitar.

“Kerjasama dilakukan dengan pola PHBM (pengelolaan hutan bersama masyarakat), sehingga pihak swasta (PT Lima Satu Lapan) melibatkan kelompok lembaga masyarakat desa hutan (LMDH) setempat dalam pengembangan usaha budidaya tersebut,” jelasnya.

Heri berdalih, alih fungsi lahan dari kawasan hutan menjadi areal tambak udang dilakukan Perhutani sebagai upaya meredam intensitas perusakan hutan oleh pembalak liar yang masif terjadi pada awal era reformasi, 1999-2003.

“Kebetulan ada investor masuk, dan perhutani mempertimbangkan upaya pemberdayaan masyarakat agar bisa diajak ikut menjaga kawasan hutan di pesisir selatan Tulungagung,” ujarnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Antara