Jakarta, Aktual.com – Pengamat hukum Tata Negara, Bachtiar Baetal mengatakan perpanjangan izin ekspor konsentrat oleh Freeport secara hukum tidak memiliki keabsahan dalam pelaksanaannya. Pasalnya, norma yang mendasarinya yaitu Peraturan Menteri (Permen) No.11 Tahun 2014 sudah cacat sejak lahirnya (inabtio).
“Kalau Menteri ESDM (Sudirman Said) tetap memaksakan untuk memberikan izin perpanjangan eksport kepada freeport jelas bertentangaan dengan norma diatasnya yaitu PP No.1 Tahun 2014 tentang Minerba,” kata Bachtiar kepada Aktual.com, Jumat (22/1).
Ia menjelaskan, Permen ini dapat membuka ruang bagi adanya eksport konsentrat dengan persyaratan sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (1) jo Pasal 17 ayat (1), diantaranya pelaku eksport yang memiliki produk pertambangan dapat menyampaikan rencana pembangunan fasilitas pemurnian dan bukti membayar jaminan kesanggupan pembangunan smelter.
Menurut Bachtiar, meski dalam Permen menjamin keberlanjutan usaha pertambangan sambil menunggu perampungan pembuatan smelter. Namun lemahnya dalam Permen tersebut adalah tidak memberikan jangka waktu penyelesaian pembangunan smelter.
“Sampai kapan izin eksport konsentrat yang justru tidak dibolehkan oleh PP terus berlanjut. Hal ini bisa membuka ruang transaksional terkait perizinan tersebut,” ungkap Bachtiar yang juga Anggota Kelompok Kerja Komisi Kejaksaan RI itu.
Karena itu tambah dia, untuk mengakhiri kegaduhan keputusan yang diambil Sudirman Said ini, sebaiknya pemerintah mengkaji ulang Permen tersebut agar dikembalikan pada kehendak norma diatasnya yaitu UU No.4 Tahun 2009 dan PP No.1 Tahun 2014 tentang Minerba.
Dengan demikian, kata Bachtiar, ketentuan ini merupakan konsekuensi diwajibkannya setiap pemegang kontrak karya untuk melakukan pemurnian hasil tambang di dalam negeri.
Diketahui, sebelum memberikan izin perpanjangan ekspor konsentrat kepada Freeport, ada beberapa pertimbangan yang seharusnya didalami oleh pemerintah Indonesia.
Pertama, pembebanan bea ekspor maksimal seperti yang sudah diatur dalam Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 11 Tahun 2014 pada Pasal 13 dan 14.
Pasal tersebut menyebutkan secara tegas, bahwa perpanjangan rekomendasi akan diberikan apabila Freeport sudah memenuhi 3 syarat yaitu, kemajuan pembangunan smelter sudah mencapai 60 persen dari target setiap 6 bulan.
Namun pada faktanya, ‘progress’ pembangunan smelter perusahaan Amerika itu baru mencapai 11persen dan Amdalnya belum selesai. Kedua, Freeport sudah melakukan kegiatan pengelolaan lingkungan yang sudah memenuhi baku mutu kualitas udara dan air sesuai UU.
Dan terakhir, Freeport harus melunasi kewajibannya berupa penerimaan bukan pajak selama 6 bulan terakhir, serta dibebankan bea ekspor progresif sesuai kemajuan pembangunan smelter, sesuai Permen Keuangan nomor 153/PMK 011/2014.
Atas dasar itulah, mengapa banyak kalangan mempertanyakan keputusan Menteri Sudirman Said untuk memperpanjang izin ekspor konsentrat Freeport. Dan itu justru bertolakbelakang dengan pernyataan dia sebelumnya.
Menurut Sudirman, Freeport sendiri sudah 3 tahun tidak membayar dividennya kepada pemerintah. Meski demikian, Menteri yang disebut-sebut masuk radar reshuffle Kabinet Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla malah memperpanjang kontrak tersebut.
Artikel ini ditulis oleh: