Gianyar, Aktual.com – Berkunjung ke Tampak Siring, Kabupaten Gianyar, Bali, belum lengkap rasanya jika tak mengunjungi Pura Gunung Kawi. Destinasi wisata yang terletak di Banjar Penaka, Desa Tampaksiring, Kecamatan Tampaksiring, Gianyar merupakan jejak nyata Raja Udayana di Pulau Dewata.
Di beberapa lokasi terdapat candi yang dibuat di tebing. Pemandu wisata lokal, Made Parwita meyakinkan jika di sinilah tempat persemayaman Raja Udayana bersama anak bungsunya, Anak Wungsu dan para permaisurinya.
“Di sinilah tempat persemayaman abadi Prabu Udayana bersama keluarga dan selirnya,” kata Parwita, Minggu (23/1).
Berkunjung ke sini, kita diwajibkan menggunakan pakaian sesuai adat umat Hindu Bali jika hendak pergi bersembahyang. “Minimal menggunakan saput (selendang yang diikat di pinggang),” jelas Parwita.
Jika Anda tertarik mengunjungi situs geologi yang menurut Parwita dibangun pada abad ke-11 Masehi itu, kita harus menyiapkan tenaga ekstra.
Sebab, kita harus menyusuri ratusan anak tangga. Tapi jangan khawatir, rasa lelah Anda akan terbayar, oleh karena pemandangan sawah yang begitu eksotik. Sesampainya di bawah, kita langsung dapat melihat 10 candi yang dipahat di dinding tebing.
Kesepuluh candi tersebut tersebar di tiga titik. Lima di antaranya berada di sisi timur Sungai Tukad Pakerisan. Lima candi ini dianggap sebagai bagian utama dari kompleks Candi Tebing Gunung Kawi. Sedangkan sisanya tersebar di dua titik di sisi barat sungai.
Di sebelah utara dari sisi barat Sungai Tukad Pakerisan, terdapat empat candi yang berderetan dari utara hingga ke selatan dan menghadap ke arah sungai. Sedangkan, satu candi lainnya berada di sisi selatan, kurang lebih berjarak 200 meter dari keempat candi tadi.
Parwita menceritakan, kisah yang didengarnya turun temurun bermula dari kedatangan Raja Udayana bersama anak bungsu dan para selirnya. “Dulu Prabu Udayana ke sini dan anak bungsunya bersama selir-selirnya. Goa-goa di sana tempat selir-selirnya,” kata Parwita menunjuk goa-goa yang dibuat di tebing.
Dahulu kala, ia melanjutkan, Pura Gunung Kawi tepat berada di bawah candi di sebelah timur. Namun, lantaran hanya satu bangunan kecil saja, lantas diambil inisiatif untuk melakukan pemugaran. Jadilah pura tersebut berada di sebelah selatan candi di sebelah timur.
Memasuki areal pura, terdapat sebuah pintu ke arah timur untuk memasuki persemayaman Raja Udayana bersama selir-selirnya. Tak diperkenankan menggunakan alas kaki kala memasuki areal ini. Usai memasuki pintu gerbang, ada jalan menuju arah kiri dan kanan. Ke kiri, kita akan memasuki areal tempat di mana Raja Udayana disemayamkan. Tak terlalu luas, sekitar 10×10 meter persegi. Di sebelah kiri ada semacam gubuk. Sebelah kanan terdapat sebuah lubang. Di dalamnya-lah tempat peristirahatan terakhir Raja Udayana.
“Makam ada, tapi menurut saya lebih ke pertapaan. Menurut cerita, abunya (jasad Raja Udayana) di simpan di sana di dalam goa ini. Nah, inilah yang kemudian disebut sebagai kuburan. Boleh dilihat dan masuk,” tawar Parwita.
Jika di sebelah kiri tempat persemayaman Raja Udayana, maka di sebelah kiri merupakan persemayaman selir-selir Raja Udayana. “Prabu Udayana katanya punya banyak selir. Di goa-goa inilah selir Raja Udayana disemayamkan. Kata orang-orang ini kuburan. Tapi menurut saya ini pertapaan,” ucapnya.
Di atas candi bertuliskan “Haji Lumah Ing Jalu” yang artinya sang raja dimakamkan di jalu (Sungai Tukad Pakerisan). Ini mengindikasikan candi inilah yang dibangun sebagai tempat pemujaan arwah Raja Udayana. “Di sebelahnya ada tulisan “Ruwa Anaira”, artinya anaknya dua. Di sinilah abu Raja Udayana di semayamkan. Ini dulunya bagus tempatnya,” kata Parwita.
Sayang, kata Parwita, masyarakat minim pengetahuan mengenai Pura Gunung Kawi yang terletak di atas lahan seluas 12 hektare itu. “Masyarakat di sini tahunya sedikit-sedikit tentang sejarah Udayana ini. Tidak ada yang mau kasih tahu, padahal ini peninggalan prabu Udayana dan anak bungsunya,” sesal dia.
Saat ini, Parwita melanjutkan, Pura Gunung Kawi dikelola oleh Pemerintah Kabupaten Gianyar. Sementara desa setempat mengelola lahan parkir bagi pengunjung yang akan berwisata atau sembahyang di pura ini.
Pura Gunung Kawi merupakan peninggalan Raja Udayana (Warmadewa). Pembangunan candi ini diperkirakan dimulai pada masa pemerintahan Raja Sri Haji Paduka Dharmawangsa Marakata Pangkaja Stanattunggadewa (944-948 Saka/1025-1049 M) dan berakhir pada pemerintahan Raja Anak Wungsu (971-999 Saka/1049-1080 M).
Dalam Prasasti Tengkulak yang berangka tahun 945 Saka (1023 Masehi), terdapat keterangan di tepi Sungai Pakerisan terdapat sebuah kompleks pertapaan (kantyangan) bernama Amarawati. Para arkeolog berpendapat, Amarawati mengacu pada kawasan tempat Candi Tebing Gunung Kawi ini berada.
Menurut sejarah, Raja Udayana dan permaisuri Gunapriya Dharmapatni memiliki tiga anak, yaitu Airlangga, Marakata, dan Anak Wungsu. Sang sulung, Airlangga, kemudian diangkat menjadi Raja Kediri menggantikan kakeknya, Mpu Sendok.
Saat Udayana wafat, tahta diserahkan kepada Marakata, yang kemudian diteruskan kepada Anak Wungsu. Kompleks Candi Gunung Kawi awalnya dibangun oleh Raja Marakata sebagai tempat pemujaan bagi arwah sang ayah, Raja Udayana.
Artikel ini ditulis oleh: