Jakarta, Aktual.co — Pernyataan mantan Kepala Staf TNI AU Chappy Hakim yang kecewa karena merasa TNI AU tak diperhatikan, menjadi pembicaraan hangat di sosial media dan pengamat militer.
Eksekutif Director Indonesia Maritime Studies, Connie Rahakundini Bakrie mengaku tak setuju bila amarah itu lantaran soal perguliran jabatan Panglima TNI Jenderal Moeldoko yang saat ini akan berakhir.
“Saya tidak setuju dengan alasan pak CH (Chappy Hakim) jika ini dikaitkan pada perguliran Panglima TNI dalam waktu dekat ini. Kesannya kok jadi ‘mutung’ seolah sudah seyogyanya jabatan itu bergulir antar tiga angkatan (AD, AU dan AL) secara periodik,” kata Connie ketika dikonfirmasi melalui pesan singkatnya, di Jakarta, Jumat (5/6).
Ia mengatakan, CH seharusnya mampu melihat kepentingan NKRI dibanding kepentingan rotasi antar matra untuk jabatan Panglima. Menurut dia, bila melihat dalam tataran kepentingan bangsa dan negara pasti tidak akan terjadi amarah tersebut.
“Saya yakin beliau akan setuju kenapa Panglima mendatang harus dari TNI AL alias KSAL,” ucap Dosen IR President University itu.
Namun demikian, bukan berarti TNI AU harus diperlakukan berbeda bahkan seperti tidak diperdulikan oleh negara. Padahal, sambung dia, TNI AU merupakan senjata pemukul utama dalam peperangan modern saat ini.
“Terlalu kecil jika alasan Pak Chappy hanya mencakup penugasan penjagaan bandara saja.  Karena AU itu di era perang modern adalah senjata pemukul utama. Artinya harus dibangun dengan serius dan berkesinambungan baik dari training equipments, personil infrastruktur, doktrin information system dan logistiknya,” tandasnya.
Sebelumnya, Mantan Kepala Staf TNI AU Chappy menunjukan kemarahannya di media sosial twitter, karena merasa selama ini negara tak pernah menghargai peran TNI AU.
Masalah yang disorot Chappy Hakim adalah penggantian penjagaan di Bandara Soekarno Hatta, dari Paskhas TNI AU menjadi Marinir TNI AL. Padahal secara fungsi Paskhas TNI AU adalah satuan berkualifikasi, lebih tepat untuk menjaga bandara.
Kedua, alih fungsi Bandara Halim Perdanakusuma menjadi bandara komersial. Padahal, bandara Halim adalah pangkalan udara strategis TNI AU. Di sana ada skadron angkut VIP dan kerap dijadikan markas jet tempur bagi pesawat yang melaksanakan pengawalan ibu kota. Saat ini dengan perubahan menjadi bandara komersial, tentu tugas TNI AU terganggu.
Masalah ketiga adalah soal jatah Panglima TNI. Sepanjang sejarah, baru sekali Marsekal TNI AU menjadi Panglima TNI. Dia adalah Marsekal Djoko Suyanto, selebihnya selalu TNI AD. TNI AL pun baru dua kali kebagian Panglima TNI.

Artikel ini ditulis oleh:

Novrizal Sikumbang