Jakarta, Aktual.com — Pejabat penanggung jawab proyek infrastruktur strategis jika terindikasi berbuat korupsi tetap akan ditindak secara hukum oleh Kejaksaan Agung dan Polri, tanpa ada klausul yang bisa meringankan dari Peraturan Presiden dan Instruksi Presiden mengenai Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional.
“Apakah terjadi korupsi? Jika memang ada korupsi, ya tidak ada ampunan. Namun, jika kesalahan administrasi atau prosedur, itu kan bukan kriminal,” kata Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Sofyan Djalil ketika ditemui di Jakarta, Rabu (26/1).
Hal tersebut ditegaskan Sofyan menanggapi terbitnya Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2016, dan Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional, untuk mempermudah proses pelaksanaan 225 proyek infrastruktur strategis.
Di dalam Perpres itu, pemerintah mengatur ketentuan untuk mempermudah dan mempercepat perizinan proyek startegis oleh Kementerian/Lembaga, pemerintah daerah, dan juga badan usaha sebagai penanggung jawab proyek startegis.
Pada pasal 31 Perpres Nomor 3/2016, disebutkan Kejaksaan Agung dan Polri tidak langsung menindak aduan masyarakat atas penyalahgunaan wewenang pejabat dalam ranah hukum, namun menyerahkan aduan tersebut kepada pimpinan lembaga pemerintah penanggung jawab proyek, untuk selanjutnya dilakukan pemeriksaan awal oleh pengawas inetern pemerintah.
Jika pengawas interen pemerintah menemukan tindak pidana yang dilakukan oleh pejabat pelaksana, dan tindakan itu bukan adminsitratif, Kejagung dan Polri baru bertindak membawa kasus tersebut ke ranah hukum.
Namun, jika pengawas interen pemerintah menemukan bahwa aduan tersebut karena kesalahan administratif, sanksi yang diberikan kepada pejabat itu bersifat adminstratif pula, seperti penyelesaian kelengkapan dokumen.
Adapun, jika kesalahan administratif itu menimbulkan kerugian negara, pejabat penanggung jawab yang bersangkutan diminta mengembalikan nilai kerugian negara ke kas negara maksimal 10 hari.
Menurut Sofyan, pendahuluan penindakan administratif sebelum penindakan hukum itu, bertujuan untuk menentukan letak kesalahan pejabat proyek infrastruktur tersebut, apakah berada di ranah administratif atau di ranah pidana.
Sofyan mengatakan, selama ini kerap terjadi perbedaan persepsi antara pejabat pemerintah dan aparat hukum dalam penindakan penyalahgunaan wewenang pejabat.
Aparat hukum, lanjutnya, kerap langsung menindak secara pidana pejabat proyek. Padahal, seringkali kesalahan pejabat proyek tersebut karena kelemahan sistem administratif.
“Yang selama ini terjadi adalah kadang kadang saat hendak tender, pejabatnya sudah diperiksa secara pidana. Itu menimbulkan ketakutan, dan akhirnya proyeknya terbengkalai,” ujarnya.
Menurut Mantan Menko Perekonomian ini, Perpres dan Inpres tersebut sebenarnya hanya menekankan ketentuan masalah administratif yang sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
“Jadi tidak ada penambahan norma baru dalam Perpres itu,” ujarnya.
Sofyan berharap dengan terbitnya dua beleid tersebut, kendala administasi dan birokrasi yang kerap menghambat pelaksanaan proyek tidak terulang kembali.
Sebagai informasi, definisi dan kriteria proyek strategis dalam Inpers/Perpres ini adalah proyek yang memiliki kontribusi penting untuk peningkatan pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan.
Dalam lampiran Perpres tersebut terdapat 225 proyek, sebagian besar proyek jalan tol yang berjumlah 47 proyek, kemudian 60 bendungan, 12 proyek kereta api, 11 revitalisasi bandara, dan 13 pelabuhan.
Kemudian terdapat juga proyek lima jalan nasional non-tol, tujuh sarana dan parsarana kereta perkotaan, pembangunan empat bandara baru dan pengembangan dua bandara strategis, dan proyek satu juta rumah yang dibagi dalam beberapa tahap.
Di sektor energi, terdapat tiga proyek kilang minyak yang selalu diwacanakan di antaranya di Bontang dan Tuban, tiga proyek pipa gas, dan satu proyek infrastruktur energi berbasis sampah.
Selanjutnya, ada delapan proyek air minum, satu proyek sistem air limbah, satu proyek tanggul laut Jakarta atau “National Capital Integrated Coastal Development”, tujuh proyek pos lintas batas, dua proyek jaringan “broadband”, dan 24 proyek Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).
Kemudian, sebuah proyek untuk percepatan infrastruktur transportasi, listrik, dan air bersih di 10 kawasan strategis pariwisata nasional, enam proyek smelter, dan tiga proyek pertanian dan kelautan.
Artikel ini ditulis oleh:
Antara
Eka