Jakarta, Aktual.com — Presiden Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia Mudhofir Khamid mengatakan, anjloknya harga minyak dunia diperkirakan disebabkan oleh beberapa hal. Diantaranya kebijakan ekonomi Amerika yang menjaga harga minyak rendah akibat dari politik luar negeri Amerika, di Timur Tengah yang menyebabkan produksi minyak yang berlebihan.
Selain itu, anjloknya minyak dunia akibat perlambatan perekonomian di China yang membuat minyak semakin over suplai dan harga minyak semakin tertekan mengingat negara tersebut merupakan salah satu konsumen minyak terbesar dunia.
Meskipun saat ini Indonesia tidak lagi menggantungkan pendapatan pada sektor migas sebagai pendapatan utama, lanjut dia, akan tetapi anjloknya harga minyak dunia tersebut akan berpengaruh pada industri migas nasional.
Merujuk survei DNV GL, salah satu perusahaan konsultan migas menunjukkan, turunnya harga minyak dunia secara drastis membuat pendapatan dari perusahaan minyak ikut turun drastis.
Perusahaan minyak mengambil kebijakan pemangkasan biaya produksi yang berdampak pada timbulnya PHK, pemangkasan biaya investasi dan pemangkasan biaya distribusi.
Atas kondisi tersebut, KSBSI memperkirakan ada sekitar 300 ribu buruh yang bekerja pada industri migas di Indonesia yang terbagi dalam tiga kelompok berdasarkan hubungan kerjanya yaitu pegawai tetap, pegawai kontrak dan pegawai pada perusahaan subkontraktor, yang terancam mengalami PHK akibat merosotnya harga minyak dunia.
“Tiga kelompok itu akan terancam mengalami PHK besar-besaran akibat merosotnya harga minyak dunia,” kata dia dalam keterangannya kepada wartawan, Jumat (29/1).
Ditambahkan Mudhofir, laporan ‘World Employment And Social Outlook Report For 2016’ dari ILO menyebutkan pada tahun 2016 diperkirakan angka pengangguran global akan bertambah 2,3 juta orang dan pada tahun 2017 jumlah pengangguran akan bertambah 1,1 juta.
Total pengangguran secara global pada tahun 2017 jika ditambah dengan data pengangguran saat ini, diperkirakan akan mencapai lebih dari 200 juta orang.
“Jumlah pengangguran global tersebut merupakan dampak dari perlambatan ekonomi global pada tahun lalu, khususnya di kawasan Asia, Afrika, Amerika Latin dan Timur Tengah. Negara berkembang dan negara produsen minyak berpotensi menderita instabilitas sosial seperti pengangguran meningkat,” ujar dia.
Artikel ini ditulis oleh:
Wisnu