Ratusan massa yang tergabung dalam Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta (KSTK) melakukan aksi menolak Reklamasi Teluk Jakarta, di depan DPRD Jakarta, Kebon Sirih, Jakarta, Kamis (28/1/2016). Dalam aksinya massa mendesak DPRD DKI untuk menghentikan pembahasan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) dan kawasan strategis pantura Jakarta, serta menghentikan reklamasi pantai dengan proyek Giant Sea Wallnya yang menyebabkan penurunan tanah.

Jakarta, Aktual.com — Pengembang reklamasi di Pantai Utara (Pantura) Jakarta mengiming-imingi nelayan di kawasan reklamasi utara DKI Jakarta dengan pemberian tertentu. Hal tersebut dilakukan pengembang diduga sebagai upaya agar nelayan tidak menolak proyek pulau buatan tersebut.

“Ada yang dikasih uang kalau mengumpulkan KTP sampai ada yang diberangkatkan umrah,” ujar Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), Muhammad Taher, kepada Aktual.com, ditulis Minggu (31/1).

Pengembang, lanjut Taher, juga pernah mendatangi tokoh masyarakat di Muara Angke, Penjaringan, Jakarta Utara, agar mendukung reklamasi. Namun, dukungan tak diberikan, lantaran kompensasi kepada masyarakat pesisir tak sebanding dengan dampak reklamasi terhadap nelayan.

“Kompensasi itu harus jelas, jangan juga buat kita sengsara. Hari ini makan ayam, besok makan tempe. Anak cucu kita jadi korban,” bebernya.

Lebih jauh, Taher mencontohkan beberapa dampak buruk reklamasi terhadap mata pencaharian nelayan. Misalnya, kerang hijau yang dibudidayakan nelayan kini warna menjadi hitam.

“Ikan yang mati massal di Ancol kemarin, itu juga karena reklamasi. Saat pengurugan, air laut turun, lumpur naik ke atas. Jadi, oksigennya berkurang. Limbah yang terpendam juga naik,” pungkasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka