Jakarta, Aktual.com — Tiga komoditas Indonesia mendapatkan perlakuan khusus untuk masuk Uni Eropa yakni kayu, ikan, dan minyak kelapa sawit, kata Deputi I Bidang Kedaulatan Maritim Kemenko Bidang Kemaritiman Arif Havas Oegroseno.
“Tiga komoditas utama Indonesia yang semuanya susah masuk untuk melindungi produk negara mereka (Eropa) itu kayu, ikan dan sawit,” katanya dalam diskusi terbatas di Jakarta, Senin (1/2).
Havas menjelaskan kayu dari Tanah Air menerima seleksi ketat untuk masuk Eropa karena merupakan produk khusus yang berasal dari hutan tropis.
“Sementara di sana kan tidak ada ‘tropical timber’ (kayu tropis),” katanya.
Demikian pula halnya dengan ikan, terutama tuna pasifik yang tidak bisa didapatkan di Eropa.
“Terakhir sawit ini, mereka kan tidak punya. Makanya mereka melakukan segala cara untuk memproteksi produksi minyak nabati mereka mulai dari minyak biji bunga matahari, kedelai, zaitun dan biji rapa,” katanya.
Lebih lanjut, Havas menilai upaya untuk menghalau masuknya produk minyak kelapa sawit ke Eropa telah berulang kali dilakukan.
Pada November 2012, kala dirinya menjabat sebagai Duta Besar Indonesia untuk Belgia, Perancis juga pernah mengajukan pajak Nutella untuk produk-produk yang mengandung minyak kelapa sawit.
“Waktu itu (2012) bahkan diminta 300 persen kenaikan pajak. Tapi pada 2013, senat Prancis menolak pajak tersebut,” katanya.
Menurut Havas, ide pengenaan pajak untuk produk-produk minyak kelapa sawit oleh negara Prancis memiliki preseden buruk karena bisa mempengaruhi pasar di seluruh Uni Eropa.
Terlebih, pada 21 Januari lalu, senat Prancis juga memutuskan adanya rancangan undang-undang tentang keanekaragaman hayati yang salah satu isinya menerapkan pajak progresif untuk minyak kelapa sawit.
“Soal sawit ini, ibarat main bola, tapi gawangnya dipindah terus. Tentu kita tidak akan menang,” ujarnya.
Havas juga mengatakan banyak lembaga swadaya masyarakat (LSM) di Indonesia yang tidak terlalu paham akan politik proteksi yang diberlakukan di Eropa.
Menurut dia, masalah industri kelapa sawit bukan masalah lingkungan hidup semata.
“Di sana (Eropa) semakin jelas bahwa soal sawit itu bukan soal ekosistem, tapi proteksi untuk petani Eropa,” pungkasnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Antara
Arbie Marwan