Jakarta, Aktual.com — Dirjen Migas ESDM, IGN Wiratmaja Puja mengatakan bahwa perpedaan harga bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia dengan negara lain seperti Australia maupun Singapura, dikarenakan pemerintah tidak mengikuti harga pasar yang sifatnya fluktuatif.
Hal itu menyusul anjloknya harga minyak dunia yang saat ini menyentuh harga USD30 per barel.
“Kalau kita menggunakan ICP dengan hitungan harian, maka harga minyak kita sudah di harga 5000-an (jenis RON 88), tetapi kami perhitungan dengan sistem MOPS dimana sebagian besar BBM kita impor,” kata Wiratmaja, dalam diskusi bertajuk ‘Fenomena Kejatuhan Harga Minyak Dunia, Menyingkap Harga BBM Pro Rakyat’, di Fraksi PKS, Komplek Parlemen, Jakarta, Kamis (4/2).
Ia mengatakan, berdasarkan ketentuan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tidak boleh menetapkan harga berdasarkan harga pasar. Sehingga, pemerintah melakukan penentuan harga dengan sistem pembelian per satu bulan.
“Kenapa kita lakukan itu? karena pertamina melakukan penyimpanan selama 1 bulan. Untuk cadangan operasional nasional, jadi minyak yang kita gunakan Febuari ini adalah sudah dibeli Pertamina di bulan Januari,” ucap dia.
Dirinya mengakui, dalam penahanan harga yang dilakukan pemerintah menimbulkan kegaduhan, terutama ketika harga tinggi dan Pertamina melakukan penahanan dahulu.
“Bisa dibayangkan dengan perekonomian Indonesia sebagai negara berkembang dengan mengikuti harga pasar yang naik turun, ketika harga BBM naik hingga puncak 85 dolar dengan mops-nya mendekati harga 15.000, sehingga apa yang dilakukan pemerintah saat subsidi baru dicabut, kita menetukan per bulan dulu, diawal kita terapkan sebulan-sebulan dulu (dalam penetapan harga),” tandas dia.
Artikel ini ditulis oleh:
Novrizal Sikumbang