Jakarta, Aktual.com — Panitia Angket DPR tentang Pelindo II telah merekomendasikan Presiden Joko Widodo untuk memberhentikan Rini Soemarno sebagai Menteri BUMN. Pasalnya, berdasar pada temuan yang ada, Pansus mendapatkan fakta bahwa Menteri BUMN Rini Soemarno telah dengan sengaja melakukan pembiaran terhadap tindakan yang melanggar peraturan perundang-undangan.

Terkait hal tersebut, Presiden Jokowi ternyata telah membalas rekomendasi pansus Pelindo II. Namun, Ekonom Ichsanudin Noorsy menilai surat balasan Presiden Joko Widodo bermakna ganda.

“Surat balasan Presiden kepada DPR tentang rekomendasi Pansus menunjukkan tidak dihargainya Pansus Pelindo II dan PDIP,” ujar Noorsy kepada Aktual di Jakarta, Jumat (5/2).

Menurutnya, di satu sisi Jokowi memberi pesan tunduk pada peraturan perundang-undangan yang berarti akan menjalankan keputusan Pansus Pelindo. Di sisi lain, Presiden Joko ingin menunjukkan bahwa hak prerogatifnya untuk mengangkat dan mencopot menteri tidak dapat diarahkan atau ditekan DPR.

Wajah ganda seperti ini berbahaya bagi kewibawaan Presiden. Berdasarkan UU 17/2004 tentang MD3 pasal 74 menegaskan bahwa DPR berhak memberikan rekomendasi. Ayat 2 pasal yang sama mengatur bahwa setiap pejabat negara, pejabat pemerintah, badan hukum, warga negara atau penduduk wajib menindak lanjuti rekomendasi DPR.

“Sedangkan ayat 3 dan 4-nya menetapkan, pejabat negara atau pemerintahan yang mengabaikan rekomendasi DPR, DPR dapat menggunakan hak interpelasi, hak angket, hak menyatakan pendapat atau hak anggota DPR mengajukan pertanyaan,” tambahnya.

Dalam hal ini, peran utama Pansus adalah terletak di PDIP, maka dalam hubungan politik, Joko Widodo tidak sedang menjaga dan menegakan fatsun politik yang positif.

“Joko Widodo bisa saja alpa bahwa PDIP sebagai partai pengusung dirinya menjadi Presiden telah berinvestasi moral, sosial dan politik. Di dalamnya terkandung moral saling menghargai dan menghormati,” ungkapnya.

Menurut Noorsy, surat balasan Presiden kepada DPR tentang rekomendasi Pansus menunjukkan tidak dihargainya Pansus Pelindo II dan PDIP. Sikap Jokowi ini memperbesar potensi tidak berwibawanya Presiden sebagaimana telah terjadi pada paket-paket kebijakan ekonominya.

“Agar tidak berkelanjutan, penting bagi Presiden Joko untuk mengubah perilaku politiknya agar kewibawaan lembaga kepresidenan terjaga,” pungkasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka