Jakarta, Aktual.com — Keraguan publik atas sikap ambigu Presiden Joko Widodo terbukti melalui responnya dalam menanggapi rekomendasi Panitia Khusus (Pansus) DPR-RI terhadap kasus PT Pelindo II. Surat Presiden bernomor R-05/Pres/01/2016 yang ditujukan ke DPR, bermakna ambigu dan dinilai membahayakan.
Ekonom Indonesia, Ichsanuddin Noorsy menangkap pesan tersebut bermakna ganda, karena di satu sisi seakan tunduk pada peraturan perundang-undangan yang berarti akan menjalankan keputusan Pansus Pelindo.
Namun di sisi lain Presiden Joko ingin menunjukkan bahwa hak prerogatifnya untuk mengangkat dan mencopot menteri tidak dapat diarahkan atau ditekan DPR
“Surat balasan Presiden Joko Widodo bermakna ganda. Wajah ganda seperti ini berbahaya bagi kewibawaan Presiden,” tulis Noorsy dalam rilisnya yang diterima Aktual.com melalui pesan elektronik, Jum’at (5/2).
Menurut Noorsy, dalam UU 17/2004 tentang MD3 pasal 74 menegaskan bahwa DPR berhak memberikan rekomendasi. Ayat 2 pasal yang sama mengatur bahwa setiap pejabat negara, pejabat pemerintah, badan hukum, warga negara atau penduduk wajib menindak lanjuti rekomendasi DPR.
Selanjutnya ayat 3 dan 4 menetapkan bagi pejabat negara atau pemerintahan atau dalam hal ini adalah Presiden yang mengabaikan rekomendasi DPR, maka DPR dapat menggunakan hak interpelasi, hak angket, hak menyatakan pendapat atau hak anggota DPR mengajukan pertanyaan terhadap Presiden.
Selain itu, karena peran utama dalam Pansus ini adalah PDI-P, Noorsy melihat dalam hubungan politik, Joko Widodo tidak sedang menjaga dan menegakkan politik yang positif.
“Surat balasan Presiden kepada DPR tentang rekomendasi Pansus menunjukkan tidak dihargainya Pansus Pelindo II dan PDIP. Sikap ini memperbesar potensi tidak berwibawanya Presiden,” ungkapnya.
Noorsy menyarankan, supaya tidak berkelanjutan, penting bagi Presiden Jokowi untuk mengubah perilaku politiknya agar kewibawaan lembaga kepresidenan terjaga.
Artikel ini ditulis oleh:
Dadangsah Dapunta
Arbie Marwan