Jakarta, Aktual.co — Tinggal menghitung hari saja, seluruh umat Islam di dunia, akan menjalani ibadah puasa selama kurang lebih 30 hari. Masuknya bulan Ramadan itu diketahui dengan jalan rukyat (atau melihat hilal, red).
Hilal merupakan Sabit bulan baru yang menandai masuknya bulan baru pada sistem kalender Qomariyah (atau Hijriah). Hilal yakni, fenomena tampakan bulan yang dilihat dari Bumi setelah ijtimak atau konjungsi.
Perbedaan tempat dan waktu di Bumi mempengaruhi tampakan Hilal. Hilal sangat redup dibandingkan dengan cahaya Matahari atau mega senja. Dengan demikian hilal ini baru dapat diamati sesaat setelah Matahari terbenam.
Cara penetapan Hilal di zaman Nabi Muhammad SAW didapat ketika salah satu sahabat Nabi Umar R.A mengatakan, bahwa ”Orang-orang sama mengintai Hilal, Maka saya sampaikanlah kepada Rasulullah saw. bahwa saya telah melihatnya. Maka Nabi pun menyuruh manusia mempuasakan nya. (Riwayat Abu Daud, juga Hakim dan Ibnu Hibban yang sama menyatakan sahnya).
Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Berpusalah kamu jika melihatnya, dan berbukalah bila melihaatnya! Dan jika terhalang oleh awan, maka cukupkanlah bilangan Sya’ban itu tiga puluh hari.”
Beberapa Ulama mengemukakan pendapatnya dalam menetapkan Hilal:
1. Kesaksian satu orang. Mengenai penentuan awal Ramadhan, cukup diterima kesaksian seorang laki-laki, pendapat ini dianut oleh Turmudzi, Ibnul Mubarak, Syafi’i dan Ahmad.
2. Minimal saksi dua orang lelaki. Hilal Syawal, dapat diterima dengan menggenapkan bilangan Ramadan cukup tiga puluh hari, dan kesaksian hanya seorang laki-laki saja tidak dapat diterima, minimal kesaksian adalah dua orang laki-laki. Ini Pendapat umumnya fukaha atau Ahli Fikih.
3. Sama saja. Hilal Ramadan dan Hilal Syawal tidak ada perbedaan; demikian pula kesaksian, diterima kesaksian dari seorang laki-laki yang bersifat adil. Ini Pendapat Abu Tsur.
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tampakan hilal. Hal ini menyangkut kriteria visibilitas hilal. Kedudukan Bumi, Bulan, dan Matahari memungkinkan tinggi dan azimut Bulan dapat dihitung saat Matahari terbenam.
Demikian halnya dengan beda tinggi dan jarak sudut antara Bulan dan Matahari. Tidak kalah pentingnya adalah faktor atmosfer dan kondisi pengamat yang ikut menentukan kualitas tampakan hilal.
Dengan demikian apabila hilal terlihat, maka pada petang (Maghrib) waktu setempat telah memasuki bulan (kalender) baru Hijriyah. Apabila Hilal tidak terlihat maka awal bulan ditetapkan mulai maghrib hari berikutnya.
Perlu diketahui bahwa dalam kalender Hijriyah, sebuah hari diawali sejak terbenamnya matahari waktu setempat, bukan saat tengah malam. Sementara itu, penentuan awal bulan (kalender) tergantung pada penampakan (visibilitas) bulan. Karena itu, satu bulan kalender Hijriyah dapat berumur 29 atau 30 hari.
Artikel ini ditulis oleh: