harley davidson

Jakarta, Aktual.com — Menteri Tenaga Kerja, Hanif Dakhiri menafikan adanya gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) akibat banyaknya perusaah yang berhenti beroperasi karena iklim ekonomi indonesia terus memburuk.

“Setiap hari di medsos muncul link soal PHK. HP saya juga dikirim link-link itu. Tapi isinya berita kadaluwarsa,” kata Menaker kemarin di Senayan, Jakarta, Jumat (5/2).

Namun demikian Faktanya berbagai perusahaan mengumumkan keputusan untuk menutup operasi perusahaanya. Seperti apa yang terjadi pada PT Mabua Harley Davidson dan PT Mabua Motor Indonesia kali ini.

Pimpinan PT Mabua Harley-Davidson dan PT Mabua Motor Indonesia, Djonnie Rahmat menyampaikan dengan berat hati perusahaan tersebut tidak memperpanjang keagenan Harley-Davidson di Indonesia, terhitung sejak tanggal 31 Desember 2015.

Djonnie mengaku selama beberapa tahun terakhir, iklim usaha pada sektor otomotif, khususnya di bidang motor besar, mengalami banyak kendala.

Dia memaparkan, faktor pelemahan nilai tukar rupiah terhadap mata uang US Dollar, yang dimulai sejak pertengahan tahun 2013 dan berlanjut sampai dengan saat ini mencapai lebih kurang 40 persen.

“Selain itu, kebijakan pemerintah Republik Indonesia mengenai tarif Bea masuk serta pajak yang terkait dengan importasi dan penjualan motor besar sangat memberatkan bagi perusahaan,” ujar Djonnie dalam rilis yang diterima Aktual.com pada hari Jum’at (5/1).

Adapun berbagai peraturan yang memberatkan bagi perusahaan menurut Djonnie atara lain;

a. PMK No 175/PMK.011/2013 tentang kenaikan tarif PPh 22 import dari 2,5 persen menjadi 7,5 persen.
b. PP no 22 tahun 2014 tentang kenaikan pajak penjualan barang mewah dari 75 persen menjadi 125 persen.
c. PMK No 90/PMK.03/2015 tentang penetapan tarif PPh 22 Barang Mewah untuk motor besar dengan kapasitas mesin di atas 500 cc dari 0 persen menjadi 5 persen.
d. PMK no 132/PMK.010/2015 tentang kenaikan tarif bea masuk motor besar dari semula 30 persen menjadi 40 persen.

Total keseluruhan pajak untuk importasi motor besar mencapai hampir 300 persen, dan itu belum termasuk bea balik nama dll-nya.

Djonnie merasa Faktor-faktor tersebut di atas telah mengakibatkan kelesuan pasar serta penurunan minat beli.

“Namun dalam beberapa bulan setelah tanggal tanggal 31 Desember 2015, perusahaan tetap akan memberikan layanan purna jual serta penjualan suku cadang, dan lain-lain,” pungkasnya.

Sejauh ini dalam upaya menangani kendala pelemahan ekonomi, pemerintah telah mengeluarkan berbagai paket kebijakan ekonomi, namun hasilnya belum membawa efek yang signifikan, dalam kata lain, paket kebijakan ekonomi pemerintah tidak ampuh.

Artikel ini ditulis oleh:

Dadangsah Dapunta
Eka