Jakarta, Aktual.com — Penaikan harga pangan yang kerap tak terkontrol disebut sebagai ulah spekulan atau mafia pangan yang telah memainkan harga di pasar. Untuk itu, untuk produk impor pangan ada usulan pemerintah menggunakan mekanisme tarif, bukan sistem kuota yang selama ini dilakukan.
Dengan sistem tarif dianggap dapat menekan ulah mafia pangan. Namun, hal ini dibantah oleh Anggota Komisi IV DPR Daniel Johan. Menurutnya, mau sistem tarif atau kuota, sepanjang pengawasan dan kontrol dari pemerintah itu ketat dan transparan, maka meminimalisir lahirnya mafia pangan.
“Kalau mekanisme impor itu, sekalipun berdasar kuota tapi dilakukan pengawasan yang ketat, bahkan mungkin dilakukan tender. Itu tidak masalah. Karena yang bermain itu bisa transparan, sehingga tidak ada monopoli,” ujar politisi PKB ini kepada Aktual.com, Minggu (7/2).
Menurut dia, justru satu kebijakan dianggap penting itu adalah, ketika kebijakan itu tidak melahirkan efek negatif. Seperti melahirkan mafia pangan. “Buat saya, kuota atau tarif tidak masalah, yang penting pengawasan dan prosesnya itu transparan. Toh, judulnya itu sama-sama impor,” sindir Daniel.
Memang dia mengakui, mafia pangan itu cukup banyak. Ada mafia beras, mafia sapi, dan mafia-mafia lainnya. Makanya bagi regulator, kebijakan apa pun jangan sampai memunculkan mafia baru. “Itu yang perlu dihindari pemerintah. Terutama di sektor pangan. Makanya pengawasan itu menjadi hal penting,” tandasnya.
Menurutnya, jika mafia masih berkeliaran, harga memang relatif tak terkendali. Kelompok-kelompok tertentu saja, yang bisa memainkan harga. “Jadi mau kuota atau tarif, faktanya masih ada mafia sapi, mafia beras, dan mafia-mafia lainnya. Sehingga harga pangan itu dikendalikan oleh kelompok tertentu, tidak berdasar supply-demand,” ucap Daniel.
Namun menyikapi soal tarif, Daniel sendiri mempertanyakan apakah masih ada tarif impor ketika sudah ada perdagangan bebas. Mengingat dengan diberlakukannya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), justru barang impor yang masul tidak lagi dikenai tarif atau bea. Apalagi terkait pangan, pasoka beras dari Thailand atau Vietnam cukup brsar.
“Apalagi saat ini sudah ada pasar bebas, betulkan sekarang tarif itu masih ada? Kan dengan adanya MEA, tidak ada lagi tarif. Jadi mau apa pun itu, judulnya tetap impor. Kuota sama tarif sama saja, yang terpenting pengawasan dan tidak melahirkan mafia,” tandas dia.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Maritim dan Sumber Daya, Rizal Ramli mengusulkan, sistem kuota diganti sistem tarif dalam impor pangan. Karena sistem kuota inilah yang membuat harga pangan masih juga mahal meski impor sudah membeludak.
“Niatnya baik, kami atur impornya pakai peraturan, pakai kuota atau semi kuota, dengan harapan melindungi produsen dalam negeri. Tapi dalam praktiknya tidak begitu (harga masih mahal),” kata Rizal.
Bahkan atas usul Rizal, Menteri Perdagangan Thomas Lembong akan mengikuti ide Rizal itu. Namun, jika mekanisme tarif ini diadopsi maka akan ada perubahan yang mendasar. Sebab, perizinan di sektor pangan akan dirombak total.
Artikel ini ditulis oleh:
Wisnu