Jakarta, Aktual.com — Pemerintah diyakini bakal banyak menerbitkan obligasi atau surat utang, baik itu yang berupa Surat Utang Negara (SUN) atau maupun sukuk (obligasi syariah).

Langkah ini dilakukan karena untuk menutup defisit anggaran yang kian lebar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Namun sayangnya, kebijakan ini justru bakal mengorbankan dunia perbankan yang akan kesulitan mendapatkan dana segar melalui dana pihak ketiga (DPK).

Menurut Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik UGM, A. Tony Prasetiantono, dengan masifnya pemerintan menerbitkan surat utang akan menggerus laju simpanan deposito di perbankan. Karena bunga deposito lebih kecil dari bunga SUN.

“Jika ini terjadi (banyak SUN), bank-bank susah menurunkan suku bunga deposito. Karena funding-nya (DPK) harus bersaing dengan obligasi pemerintah yg menawarkan yield tinggi,” tutur dia kepada Aktual.com, Senin (8/2).

Dengan yield tinggi yang ditawarkan surat utang pemerintah, kata dia, tentu investor lebih tertarik untuk menempatkan dananya di SUN dibanding deposito. Jika pertumbuham DPK perbankan melambat tentu akan mengganggu pengucuran kredit.

Padahal kredit sangat diperlukan ketika banyak program infrastruktur yang perlu dibiayai perbankan. Sehingga sektor perbankan sangat diperlukan.

Kalau dari sisi pemerintah sulit diandalkan ketika penerimaan pajak terus merendah. Padahal pemerintah juga butuh dana besar untuk membiayai program infrastruktur pemerintah.

“Tapi tidak didukung tidak didukung oleh kemampuan untuk mendapatkan penerimaan pajak yang baik. Makanya pemerintah banyak menerbitkan surat utang,” ujar dia.

Kondisi yang sulit ini terjadi akibat adanya penurunan harga komoditas dan perlambatan ekonomi Tiongkok. Sehingga pemerintah perlu mengkoreksi target penerimaan pajak yang pertumbuhan di tahun ini mencapai 32 persen.

“Dalam keadaan normal saja pertumbuhan peneriman pajak 32 persen tidak masuk akal,” cetus dia.

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby