Jakarta, Aktual.com — Kinerja Kejaksaan Agung di bawah koordinasi Muhammad Prasetyo terus mendapat sorotan masyarakat. Dalam penanganan beberapa kasus, Prasetyo dinilai tidak kompeten, bahkan cenderung sarat kepentingan politik.

Demikian disampaikan Direktur Indonesia Public Policy Institute Agung Suprio. Contoh kasusnya, menurut Suprio adalah dugaan korupsi dana Bantuan Sosial Pemerintah Provinsi Sumatera Utara serta kasus ‘pemufakatan’ jahat yang menyeret mentan Ketua DPR Setya Novanto (Setnov) dan eks Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin.

Pada kasus Bansos, sampai saat ini pihak Kejagung belum bisa merilis berapa kerugian negara. Sedangkan perkara Setnov pun tidak jelas bagaimana konstruksi pelanggaran hukumnya.

“Jaksa memang harus dapat buktikan adanya kerugian negara atau memang ada tindak pidana yang melanggar peraturan. Jika unsur-unsur tadi tidak ditemukan secara jelas maka dikhawatirkan politik jadi panglima, bukannya hukum,” papar Agung, di Jakarta, Senin (8/2).

Tak hanya dua kasus itu. Agung juga menyinggung soal pelaporan Kepala Subdirektorat Penyidik Tindak Pidana Korupsi Kejagung, Yulianto ke Bareskrim Polri ihwal pesan singkat bernada ancaman, yang menurut mereka dikirim oleh Bos MNC Grup Hary Tanoesoedibjo (HT).

Dia berpendapat bahwa sikap anak buah Prasetyo itu terlalu berlebihan. Padahal jelas, Koprs Adhyaksa punya setumpuk kasus yang belum terselesaikan. Kalaupun kasus SMS sampai masuk ke meja hijau, pihak Kejaksaan belum tentu bisa menang.

“Nanti dikhawatirkan akan kalah di pengadilan. Selain itu jika setiap sms tidak bernada ancaman selalu dilaporkan ke polisi, maka tentunya pihak kejaksaan akan selalu disibukkan dengan kegiatan pelaporan SMS,” kata dia.

Perlu diketahui, penanganan kasus korupsi Pemprov Sumut yang digarap Kejagung, hampir masuk tahap persidangan dengan tersangka Eddy Sofyan. Namun itu hanya sebagian kecil dari penyelewengan dana Bansos Pemprov Sumut.

Bayangkan saja, tahun anggaran 2012 Pemprov Sumut mengalokasikan anggaran belanja Bansos dan Hibah sebesar Rp 2.172.530.902.000. Namun, Kejagung hanya menemukan adanya kerugian negara sejumlah Rp 7 miliar.

Untuk kasus pemufakatan jahat yang masih tahap penyelidikan, dimana perkembangan terakhirnya adalah pemeriksaan terhadap Setya Novanto, Kamis (4/2). Pemeriksaan itu untuk mengkonfirmasi soal tiga pertemuan antara Setnov dengan Maroef Sjamsuddin.

Sementara masalah SMS, Jaksa Agung dan Yulianto diketahui baru saja dilaporkan oleh HT juga ke Bareskrim Polri pada Jumat pekan lalu.

Artikel ini ditulis oleh: