Jakarta, Aktual.com — Masyarakat, pelaku usaha dan pejabat harus dapat mengubah cara berpikir (mindset) dalam menghadapi pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), sehingga bisa mengambil manfaat dari penerapan MEA tersebut.
“Tanpa mengubah cara berpikir maka sudah dapat dipastikan Indonesia bukannya mendapat keuntungan dari MEA, justru akan mendapat kerugian,” kata Guru Besar Hukum Internasional, Hikmahanto Juwana di Depok, Senin (8/2).
Ia mencontohkan Kusrin yang harus menghadapi proses hukum karena TV hasil rakitannya tidak ber-SNI atau Rompi anti kanker Dr Warsito yang dipermasalahkan.
Seharusnya mereka ini mendapat bimbingan dari pemerintah sehingga menjadi wirausaha yang tangguh, bukan sebaliknya malah dikejar-kejar dari segi hukum dan perizinan.
“Pemerintah harus mengalokasikan dana yang memadai bagi penempaan sumber daya manusia yang tidak terbatas di kota-kota besar, tetapi juga di daerah-daerah terpencil,” katanya.
Dia mengatakan, dalam tiga dasawarsa terakhir, pasar dan tempat berproduksi telah menjadi sumber konflik antarnegara. Agar sebuah negara mampu bersaing dengan negara lain yang lebih besar maka negara tersebut melakukan integrasi ekonomi.
“Integrasi ekonomi merupakan keniscayaan bagi negara-negara yang harus berhadapan dengan negara besar,” ujarnya.
Selain itu, agar di kawasan Asia Tenggara terjadi pertumbuhan ekonomi dan mampu memberikan kesejahteraan bagi rakyatnya maka pembentukan MEA menjadi suatu keharusan.
Ada sejumlah konsekuensi dari pembentukan MEA. Salah satunya adalah pembentukan lembaga supranasional di lingkungan ASEAN. Lembaga supranasional memiliki kewenangan untuk menerbitkan kebijakan yang harus diikuti oleh negara-negar anggota MEA.
“Jawaban utama dari berbagai tantangan di era MEA bagi Indonesia adalah pendidikan bagi sumber daya manusia di Indonesia,” tutupnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Antara