Jakarta, Aktual.com — Balasan surat Presiden bernomor R-05/Pres/01/2016, terkait rekomendasi Panitia Khusus (Pansus) DPR-RI terhadap kasus PT Pelindo II, semakin dipertanyakan publik dari sisi implementasi pesan. Pasalnya publik menilai surat tersebut tidak menyimpulkan keputusan apapun atas rekomendasi Pansus Pelindo II.
Direktur Center For Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi mengatakan bahwa surat Presiden tersebut merupakan bentuk arogansi Presiden yang menantang DPR.
“Ini surat Presiden Jokowi kepada DPR tidak ada isinya. Artinya, tujuan surat ini, kalau mau jujur, mau menantang DPR agar DPR mempergunakan hak interpelasi, dan hak angketnya,” tulis Uchok melalui pesan elektronik kepada Aktual.com Selasa (9/2).
Seperti diketahui bahwa dari 7 poin rekomendasi, pada poin ke 6 pansus merekomendasikan kepada Presiden untuk mencopot Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno dari jabatannya karena dinilai melakukan pembiaran terhadap pelanggaran hukum di kasus Pelindo II.
Namun menurut Ucok, Presiden Jokowi akan tetap mempertahankan Menteri Rini sebagai Menteri BUMN, karena Jokowi berkepentingan terhadap proyek kereta cepat.
“Untuk saat ini, presiden Jokowi itu lebih mementingkan realisasi kereta cepat Jakarta – Bandung daripada untuk menjalankan rekomendasi Pansus, kalau Rini Soemarno dipecat, sama saja, menghentikakan proyek “abal abal” kereta api cepat tersebut,” tegas Ucok.
Seperti diberitakan sebelumnya, bahwa Ichsanuddin Noorsy mengatakan Presiden Jokowi telah melanggar UU dan bisa dipanggil DPR.
Noorsy memaparkan, dalam UU 17/2004 tentang MD3 pasal 74 menegaskan bahwa DPR berhak memberikan rekomendasi. Ayat 2 pasal yang sama mengatur bahwa setiap pejabat negara, pejabat pemerintah, badan hukum, warga negara atau penduduk wajib menindak lanjuti rekomendasi DPR.
Selanjutnya ayat 3 dan 4 menetapkan bagi pejabat negara atau pemerintahan atau dalam hal ini adalah Presiden yang mengabaikan rekomendasi DPR, maka DPR dapat menggunakan hak interpelasi, hak angket, hak menyatakan pendapat atau hak anggota DPR mengajukan pertanyaan terhadap Presiden.
Adapun rekomendasi Pansus Pelindo II DPR menyatakan 7 poin berikut;
Pertama, Pansus sangat merekomendasikan membatalkan perpanjangan kontrak Jakarta Internasional Container Terminal (JICT) 2015 – 2038 antara Pelindo II dan Hutchhonson Port Holding (HPH).
“Karena terindikasi kuat merugikan negara dan menguntungkan pihak asing serta terjadi strategic transfer pricing pada kontrak Pelindo II dan HPH 1999-2019 dan karenanya kontrak ini putus dengan sendirinya,” ujar Rieke saat membacakan laporan di ruang paripurna, Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis, (17/12/2015).
Kedua, meminta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk menyelidiki dugaan conflict of interest dan manipulasi yang dilakukan pihak Deutsche Bank dalam melakukan evaluasi selaku konsultan.
Ketiga, Pansus merekomendasikan dihentikannya pelanggaran terhadap UU Serikat Pekerja dan UU Ketenagakerjaan dengan menghentikan praktek pemberangusan Serikat Pekerja (Union Busting).
“Mempekerjakan kembali karyawan yang mengalami pemutusan hubungan kerja secara sepihak akibat penolakan terhadap rencana perpanjangan kontrak pengelolaan JICT,” lanjutnya.
Keempat, merekomendasikan agar aparat penegak hukum bisa melanjutkan penyidikan atas pelanggaran undang-undang yang justru merugikan negara. Pansus juga menyoal RJ Lino dan Menteri BUMN Rini Soemarno.
Kelima, Pansus merekomendasikan kepada Menteri BUMN untuk segera memberhentikan Dirut Pelindo II.
Keenam, Pansus merekomendasikan kepada Presiden RI untuk menggunakan hak prerogatifnya memberhentikan Rini Soemarno sebagai Menteri BUMN.
“Pansus menemukan fakta bahwa Menteri BUMN dengan sengaja melakukan pembiaran terhadap tindakan yang melanggar peraturan perundang-undangan,” lanjut Rieke.
Ketujuh, Pansus merekomendasikan kepada Presiden untuk tidak serta merta membuka investasi asing yang dalam jangka panjang merugikan bangsa Indonesia secara moril dan materil, mengancam keselamatan negara dan kedaulatan ekonomi politik bangsa.
Artikel ini ditulis oleh:
Dadangsah Dapunta
Arbie Marwan