Dukungan tolak Revisi UU KP terus mengalir dari para karyawan KPK yang ikut memakai sarung tangan bertuliskan GAK di gedung KPK, Jakarta, Jumat (9/10/2015). Revisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi memicu protes dari sejumlah alumni perguruan tinggi di Indonesia. Pasal-pasal pada draf revisi undang-undang itu dianggap sengaja untuk mematikan KPK.

Jakarta, Aktual.com — Sejumlah lembaga masyarakat yang tergabung dalam koalisi antikorupsi menyambangi Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Supratman Andi Agtas, di Komplek Parlemen, Senayan, Selasa (9/2).

Kedatangan mereka untuk menyerahkan petisi ‘Jangan Bunuh KPK’ sebagai bentuk penolakan terhadap revisi Undang-undang KPK yang tengah digodok saat ini.

“Revisi ini bukan isu baru. Ada yang menarik dalam dokumen rapat antara Menkumham dan Komisi III disepakati, revisi UU KPK dilakukan setelah KUHP dan KUHAP. Kita tidak tahu perkembangan KUHP dan KUHAP, malah lebih dulu yang revisi UU KPK,” kata peneliti ICW Donal Fariz, di Komplek Parlemen, Senaya, Selasa (9/2).

Masih kata Donal, koalisi menanggapi adanya poin kewenangan penyadapan terhadap KPK yang telah konstitusional dan perihal penyertaan SP3 dalam kewenangan KPK dengan alasan agar KPK bekerja berhati-hati.

Dia pun mengapresiasi sikap fraksi Gerindra yang menolak revisi UU KPK.

“Kami apresiasi langkah politik Gerindra, Pak Prabowo. Sikap yang sama kami harap datang dari parpol lain. Dulu PDIP menolak revisi UU KPK saat dua periode SBY, sekarang baru setahun berkuasa sudah mau merevisi UU KPK,” sebut Donal.

Disela-sela pertemuannnya, Donal menyerahkan petisi ‘Jangan Bunuh KPK’ yang ditandatangani 57.000 netizen di Online change.org/janganbunuhKPK yang diinisiasi oleh alumni Sekolah Antikorupsi (SAKTI) Suryo Bagus.

Artikel ini ditulis oleh:

Novrizal Sikumbang