Jakarta, Aktual.com — Ustad Abu Bakar Ba’asyir siap menerima apapun dari keputusan hakim, asalkan hakim yang memimpin sidang kasusnya jujur dalam memberikan vonis.

“Yang saya minta supaya jujur di dalam menilai kesalahan saya,” kata Ba’asyir saat sidang lanjutan terhadap peninjauan kembali yang dia ajukan di Ruang Sidang Wijayakusuma, Pengadilan Negeri Cilacap, Jawa Tengah, Selasa (9/2).

Sidang lanjutan dengan majelis hakim yang diketuai Nyoto Hindaryanto serta beranggotakan Zulkarnaen dan Akhmad Budiman itu mengagendakan kesimpulan dan penandatangan berita acara pemeriksaan.

Saat sidang baru dimulai pada pukul 09.05 WIB, Ketua Majelis Hakim Nyoto Hindaryanto menawarkan kepada Ba’asyir, melalui penasihat hukumnya maupun jaksa penuntut umum untuk membacakan atau tidak membacakan kesimpulan karena yang akan melakukan penilaian terhadap perkara tersebut adalah Mahkamah Agung serta dilakukan sesuai dengan asas peradilan yang sederhana, cepat, dan murah.

Terkait dengan tawaran tersebut, tim penasihat hukum pemohon PK maupun tim jaksa penuntut umum sepakat jika kesimpulan itu dianggap telah dibacakan (tidak dibacakan, red.).

Karena semua pihak sepakat jika kesimpulan dianggap telah dibacakan, majelis hakim memutuskan untuk menskors sidang selama 30 menit guna penyusunan BAP.

Setelah skors berakhir, sidang kembali dilanjutkan pada pukul 10.25 WIB, namun sebelum dilakukan penandatanganan BAP, salah seorang anggota tim penasihat hukum pemohon PK, Achmad Michdan, meminta waktu kepada majelis hakim karena ustad Abu Bakar Ba’asyir selaku pemohon PK ingin menyampaikan kronologi kesimpulan meskipun pihaknya telah menyampaikan jika kesimpulan dianggap sudah dibacakan.

Terkait dengan hal itu, majelis hakim mempersilakan Ba’asyir untuk menyampaikan kronologi kesimpulan khususnya yang berkaitan dengan latihan militer ilegal di Aceh dan peran dia dalam kegiatan tersebut.

Saat menyampaikan kronologi kesimpulan, Ba’asyir mengatakan bahwa latihan senjata dalam Islam hukumnya adalah wajib sesuai dengan perintah Allah, yakni mempersiapkan kekuatan untuk membela Islam.

Menurut dia, hal itu disebabkan musuh Islam dalam menyerang menggunakan senjata sehingga tidak cukup dihadapi dengan dakwah.

“Harus dihadapi dengan senjata. Maka, latihan senjata dalam Islam itu tujuan utamanya bukan untuk membunuh, melainkan untuk membela diri sehingga membunuh itu diusahakan sedapat mungkin dihindari,” kata Ba’asyir.

Oleh karena itu, kata dia, berdasarkan dalil-dalil agama, latihan senjata di Aceh merupakan syariat Islam meskipun di sana-sini ada kekurangan.

Dia mengakui jika sebelumnya sama sekali tidak mengetahui adanya latihan senjata di Aceh, dan baru tahu setelah melihat dalam pemberitaan.

Setelah mempelajari kabar mengenai latihan senjata/militer di Aceh itu, dia mengatakan bahwa kegiatan tersebut termasuk syariat Islam sehingga sebagai umat Islam, pemimpin Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) itu merasa wajib untuk membantu semampunya.

“Karena kondisi saya sudah lemah, saya tidak bisa membantu kecuali sekadar menyampaikan bantuan keuangan sebagaimana saya sampaikan juga kepada perjuangan Islam di Palestina, yaitu lewat FPI (Front Pembela Islam) dan MER-C (Medical Emergency Rescue Committee),” katanya.

Dia mengatakan bahwa keinginan untuk ikut membantu itu bukan karena senjatanya, melainkan kewajiban umat. Dalam hal ini, dia mengaku menghadapi dua tantangan, yakni perintah Allah dan larangan pemerintah.

“Latihan senjata itu menurut aturan pemerintah dilarang karena tidak izin pemerintah menggunakan senjata,” katanya.

Menurut dia, melanggar perintah Allah akan dipenjara di akhirat. Namun, jika melanggar larangan pemerintah akan dipenjara di dunia. Oleh karena itu, dia mengaku menghindari penjara di akhirat meskipun harus dipenjara di dunia.

“Hanya persoalannya, saya minta ini (pengadilan, red.) jujur. Peran saya dalam membantu itu hanya memberi uang. Saya enggak ngerti itu senjata, enggak ikut melatih, apalagi merencanakan,” katanya.

Ba’asyir menyadari jika menurut peraturan pemerintah, dia salah karena membantu latihan militer ilegal. Namun, jika menurut aturan Islam, dia benar karena melaksanakan perintah Allah.

Terkait dengan hal itu, dia meminta pengadilan jujur di dalam menilai kesalahannya. “Inilah yang perlu saya terangkan. Mudah-mudahan dengan keterangan ini bisa dilakukan secara jujur meskipun harus diberi hukuman,” ujar dia.

Usai mendengarkan kronologi kesimpulan yang disampaikan Ba’asyir, Ketua Majelis Hakim Nyoto Hindaryanto menyatakan bahwa sidang permohonan PK atas nama Abu Bakar Ba’asyir telah selesai dan ditutup.

Selanjutnya, Majelis Hakim PN Cilacap beserta pemohon PK, tim penasihat hukum pemohon PK, dan tim jaksa penuntut umum menandatangani BAP perkara permohonan PK atas nama Abu Bakar Ba’asyir.

Setelah selesai penandatangan BAP, Ketua Majelis Hakim Nyoto Hindaryanto mengatakan bahwa BAP tersebut akan segera dikirimkan ke PN Jakarta Selatan selaku pengadilan tingkat pertama yang memeriksan perkara tersebut untuk dilanjutkan ke Mahkamah Agung.

Artikel ini ditulis oleh:

Antara
Wisnu