Jakarta, Aktual.com — Ilmuwan dari Universitas Stanford, Amerika Serikat, memaparkan, bahwa paparan cahaya dari lampu kedip di malam hari bisa meringankan tidur para turis yang menyesuaikan diri dengan zona-zona waktu dan menghindari jet lag.
Ya, para peneliti meyakini bahwa cahaya itu menembus kelopak mata manusia dan menginformasikan otak untuk kembali mengatur jam biologis ke dalam tubuh.
Tim ilmuwan melakukan uji coba terhadap puluhan relawan dan menemukan metode ini bisa mengubah jam tubuh seseorang sekitar dua jam. Ternyata, terapi ini sukses hanya dengan memakai lampu senter selama satu jam.
Di samping itu, tubuh manusia pada umumnya menyesuaikan dengan pola 24 jam pada siang atau malam hari. Dan, saat mereka melakukan perjalanan melintasi zona waktu ke jadwal siang-malam yang baru, mereka harus beradaptasi kembali.
Sebagian orang bisa dengan mudah terbang dengan pesawat jarak jauh melintasi satu atau dua zona waktu. Namun, melintasi beberapa zona waktu menimbulkan ‘kekacauan’ jam tubuh.
Jet lag bisa mengakibatkan sejumlah ‘travellers’ merasa cepat lelah, emosional dan merasa kehilangan arah untuk beberapa hari.
Solusi menyembuhkannya, beberapa orang meminum tablet-tablet melatonin sehingga mereka bisa tidur dengan normal pada malam hari.
Namun, ada juga beberapa orang yang mencoba ‘phototherapy’, yaitu terapi dengan menggunakan penyinaran yang mensimulasikan waktu pada siang hari.
Tetapi, Dr Jamie Zeitzer bersama rekan-rekannya di Fakultas Kedokteran Universitas Stanford mempercayai bahwa tidur di depan sebuah lampu strobe (atau lampu studio) bisa berimbas lebih baik.
Mereka meminta sejumlah relawan untuk tidur dan bangun di waktu yang sama setiap hari selama sekitar dua pekan.
Selanjutnya, mereka diminta untuk tidur di laboratorium. Beberapa di antara mereka tidur dengan terkena cahaya secara terus menerus, sedangkan beberapa orang lainnya tidur dengan lampu strobe yang berkedip sebanyak dua-milidetik, mirip dengan lampu blitz kamera, setiap 10 detik selama satu jam.
Kelompok yang tidur dengan lampu kedip melaporkan rasa kantuk tertunda hampir dua jam pada malam berikutnya.
Sebagai perbandingan, kelompok yang tidur dengan paparan cahaya yang terus menerus mengalami rasa kantuk yang tertunda selama 36 menit.
Dr Zeitzer menyebut terapinya sebagai “terjangan biologis”. Sel-sel di belakang mata yang mendeteksi cahaya mengirim pesan ke bagian otak yang mengatur jam tubuh.
Sinar cahaya mengelabui otak untuk berpikir bahwa siang hari berlangsung lebih lama dari yang sebenarnya, yang kemudian menggeser jam dalam tubuh.
“Ini bisa menjadi metode baru untuk menyesuaikan lebih cepat dengan perubahan waktu dibandingkan metode lain yang digunakan saat ini,” kata Dr Zeitzer.
Lampu senter tersebut sangat kuat karena cahayanya bisa mendeteksi sel-sel di belakang mata, hal itu memberikan kesempatan untuk memulihkan atau menyesuaikan kembali dalam kegelapan di antara cahaya, demikian katanya.
Stuart Pierson, seorang ahli dalam ilmu saraf di Universitas Oxford, mengatakan, “Saya sangat senang melihat kemajuan di bidang dan diwujudkan ke dalam pengobatan yang efektif. Meski obat-obatan bisa digunakan untuk mengubah jam tubuh, terapi sinar ini siap tersedia dan mampu ditanggapi tubuh manusia.” (Sumber: BBC.Co.Uk).
Artikel ini ditulis oleh: