Proyek Kereta Api Cepat Jakarta-Bandung (Aktual/Ilst.Nlsn)

Jakarta, Aktual.com — Beberapa waktu lalu, Kepala Staf Presiden Teten Masduki mengatakan pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung merupakan bagian dari rencana pemerintah untuk membangun transportasi massal, koneksivitas antar-kota dan pembangunan kawasan guna menciptakan sentra ekonomi baru.

Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu (FSP BUMN Bersati) Arief Poyuono menilai pemerintah tidak menguasai permasalahan dan masalah sistim pembiayaan. Begitu juga penjelasan Menteri perhubungan yang mengatakan proyek Kereta api Cepat tidak bisa dibatalkan itu juga-ketidak mengertian dari Jonan dalam hal pembuatan perjanjian.

“Dengan alasan yang menyesatkan masyarakat, Presiden Joko Widodo  mengatakan proyek KA Cepat tidak mengunakan dana APBN, padahal jika dikemudian hari projek tersebut mangkrak atau rugi dalam operasionalnya, ya akhirnya PT KCIC butuh suntikan modal dari pemerintah dan hutang kepada China Development Bank juga akan ditanggung oleh pemerintah,” ujar Arief Poyuono di Jakarta, Rabu (10/2).

Menurutnya, pengalaman kerjasama bisnis China-BUMN, belum pernah jika pihak perbankan China tidak meminta jaminan sekalipun sifatnya B to B. Pihak Financing dari China akan meminta Subsidiary Loan Agreement yang dikeluarkan oleh pemerintah RI untuk pinjaman yang diberikan pada BUMN yang terlibat proyek Kereta Cepat.

“Sudah ada contohnya, yaitu proyek infrastrutur pembangkit Listrik 10.000 MW ,Pengadaan Pesawat MA 60 untuk Merpati pemerintah mengeluarkan SLA pada Bank Exim China,” jelasnya.

Begitu juga pinjaman dari China Development Bank kepada 3 Bank BUMN sebesar USD4,5 miliar yang digarap oleh Menteri Rini Sumarno. Dana tersebut diperuntukan untuk pendanaan pembangunan infrastrutur Listrik 45.000 MW, selain SLA juga ketika Bankitu dijaminkan kepada CBD.

“Kereta api Cepat tidak bisa dibatalkan sepihak itu salah besar. Pasalnya, sangat mungkin dibatalkan oleh Pengadilan atas perlawanan hukum dari masyarakat dengan dasar banyaknya aturan yang dilanggar dalam proyek KA Cepat,” ungkapnya.

Selain itu, lanjutnya, proyek tersebut juga membahayakan kedaulatan Ekonomi nasional yang berakibat pada kerugian negara. BUMN yang terlibat dikemudian hari bakal disita oleh pihak China Development Bank karena tidak sanggup membayar bunga dan cicilan Bank setelah berakhirnya Grace Periode pinjaman yang ditentukan.

“Presiden Joko Widodo harusnya sedikit waras dan sadar. Jikalau hanya tujuannya untuk mengembangkan daerah yang dilintasi Kereta Cepat, masih banyak cara. Urus aja dulu agar industri nasional agar tidak bangkrut, tidak impor pangan,” jelasnya.

Untuk diketahui, proyek Kereta api Cepat memang berbentuk Private Participation Investment dalam bentuk investasi. Penyertaan Modal pembangunan infrastruktur oleh swasta murni, yaitu China Railway Corporation dan BUMN yang sebagian besar sahamnya dimiliki oleh pemerintah di bawah PT Pilar Sinergi BUMN Yang kemudian membentuk Usaha patungan yaitu PT KCIC (Kereta Cepat Indonesia China),” ujar Arief.

Project Kereta Api Cepat ini dibangun dengan pinjaman China Development Bank sebesar USD5,5 Miliar. PT Pilar Sinergi BUMN (PT.WIKA, PTPN8, PT.KAI, PT Jasa Marga) juga menjadi pihak penjamin dari pinjaman tersebut.

Komposisi Saham di PT KCIC adalah Pilar Sinergi BUMN menguasai 60% Saham dan CRC 40 Saham. Sistem pembiayaan ini jelas menggunakan sempoa dimana Pilar Sinergi BUMN akan menanggung utang pinjaman dan bunga sebesar 60 % dan CRC menanggung hutang 40 % atas pinjaman sebesar USD5,5 miliar dari China Development Bank.

“Lalu apa jaminan Aset yang dikeluarkan oleh PT Pilar Sinergi BUMN berupa lahan PTPN seluas 1.200 Ha dan Lahan PT Jasa Marga tidak dihitung. Begitu pula penyertaan modal dari WIKA dan PT.KAI,” ungkapnya.

Sementara CRC mendapat Saham 40 persen dan semua material untuk pembangunan KA Cepat berupa rel, alat alat signal, dan lokomotive semua dibeli dari CRC yang diduga harganya sudah dimark up.

“Bila dibandingkan dengan biaya pembangunan Kereta api Cepat di China yang hanya butuh USD10 juta dollar/KM sedangkan Kereta Api Cepat Jakarta Bandung dibandrol USD36,7 Juta/KM. Padahal tidak termasuk biaya untuk membeli lahan untuk lintasan,” pungkasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka