Jakarta, Aktual.com — Penanganan kasus korupsi pembangunan pabrik vaksi flu burung tahun anggaran 2008-2010 terus bergulir di Pengadilan Tipikor Jakarta. Salah satu pelaku kasus tersebut, Tunggul Parningotan Sihombing sampai saat ini masih tercatat sebagai pelaku utama.
Padahal, proyek bernilai lebih dari Rp 1 triliun itu seharusnya jadi tanggung jawab Tjandra Yoga Aditama, selaku Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
Tunggul pun mengaku sangat kecewa dengan penanganan kasus yang menjeratnya. Pasalnya, dia meyakini banyak pihak yang belum ‘tercebur’ dalam perkara korupsi pembangunan pabrik vaksin ini.
“Banyak yang belum dijerat. Tapi saya sudah masuk sidang TPPU,” ujar Tunggul, saat ditemui di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (10/2).
Kekecewaan Tunggul pun diperkuat melalui dokumen yang diterima Aktual.com. Dalam dokumen itu terpampang tanda tangan Tjandra Yoga dengan tajuk ‘Surat Pernyataan Kesanggupan Pengendali/Penanggung Jawab Kegiatan’.
“Bersedia dan sanggup untuk pengendalian kegiatan melalui pembinaan dan pengawasan terhadap penanggung jawab dan pengelola proyek pembangunan, riset dan alih teknologi produksi vaksi flu burung untuk manusia tahun 2009 (lanjutan) sesuai dengan mekanisme yang ada,” demikian bunyi salah satu poin dalam surat tersebut.
Terdapat dua poin dalam dokumen itu yang menyatakan bahwa Tjandra Yoga bersedia menanggung segala hal yang terjadi dalam pengerjaan proyek dengan sistem tahun jamak (multi years).
“Bertanggung jawab sepenuhnya atas keberhasilan untuk keperluan pembangunan fasilitas, riset dan alih teknologi produksi vaksin flu burung untuk manusia tahun 2009,” begitu bunyi poin terakhir dalam surat pernyataan itu.
Namun demikian, hingga kini tidak ada hasrat dari pihak Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat sebagai penegak hukum yang menangani kasus itu, untuk meminta pertanggungjawaban dari Tjandra Yoga.
Padahal jelas terpampang dalam audit investigasi yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), bahwa dalam proses lelang hingga pengerjaannya ‘tercium’ bau korupsi dalam proyek tersebut.
Dalam perencanaan proyek vaksin flu burung ini, Ditjen P2PL sebagai satuan kerja, mendapatkan rekomendasi tahap perencanaan dari Tim Teknis. Dan Bio Farma termasuk dalam anggota Tim Teknis. Hal itu lantaran, dalam proyek tersebut hanya Bio Farma yang paham dan mengerti bagaimana awal perencanaan proyek ini.
Tjandra Yoga sendiri berperan penting dalam menganggarkan fasilitas pembangunan ‘system connecting fasilitas produksi dan chicken breeding’, yang juga rangkaian kegiatan dalam proyek ini. Khusus untuk anggaran fasilitan ‘chicken breeding’, dialokasikan dalam APBN 2010.
Pemenang proyek pengerjaan itu adalah PT Exartech Technologi Utama, salah satu perusahaan M Nazaruddin. Sedangkan konsultannya adalah PT Arkonin, yang juga terafiliasi dengan Permai Grup.
Permintaan pengerjaan ‘system connecting’ itu menurut hasil audit BPK merupakan pelanggaran. Pasalnya, menurut Rencana Kerja dan Syarat-syarat (RKS) nomor 01/RKS/AI/X/2008 pada 27 Oktober 2008, yang menjadi pedoman, tidak tercantum bahwa pembangunan peternakan sudah terintegritas dengan ‘system connecting chicken breeding’.
Dan dalam rincian peralatan paket pekerjaan itu, terdapat beberapa alat yang dipakai untuk Bio Farma, sebagai pengguna pabrik dan tidak dirinci dalam daftar peralatan yang wajib diadakan seperti dimuat di dokumen RKS awal.
Penambahan peralatan itu dilakukan berdasarkan hasil ‘review’ konsultan pengawas peralatan yang belakangan ditunjuk yakni, PT Arkonin. Adapun nilai kontrak paket pengerjaan ‘system connecting chicken breeding’ adalah sebesar Rp 663.365.005.000.
Sumber dana proyek vaksin ini berasal dari APBN. Tahun pertama, 2008 dianggarkan Rp 360 miliar, 2009 Rp 700 miliar dan 2010 Rp 600 miliar.
Artikel ini ditulis oleh:
Wisnu