Jakarta, Aktual.com — Sektor-sektor yang terkait langsung dengan kejatuhan harga-harga komiditas dunia, seperti minyak diprediksi berpotensi untuk melakukan tax avoidance atau penghindaran pajak. Salah satunya sektor pertambangan.
Menurut ekonom dari EC-Think, Thelisa Falianty, saat ini perekonomian nasional masih sangat tergantung dengan harga komoditas dunia. Sama juga dengan sektor pajak. Untuk itu, dengan kondisi saat ini, pemerintah harus siap-siap dengan target penerimaan pajaknya yang tidak tercapai. Soalnya, banyak pengusaha yang akan melakukan penghindaran pajak.
“Ada sinyal akan meningkatnya penghindaran pajak dari para pengusaha. Padahal sebetulnya, potensinya itu tinggi. Tapi sayangnya, antara tax yang sebenarnya dengan tax yang potensial malah gap-nya besar,” kata Thelisa di Jakarta, Jumat (12/2).
Menurut dia, selain kondisi perekonomian yang memang kurang kondusif, ada juga kesengajaan dari para pengusaha yang sengaja melakukan tax avoidence ini.
“Karena ada (dana) yang dibawa ke Singapura. Keuntungannya di sini, tapi dibawa ke Singapura. Ini karena memang pemerintah tidak dapat masuk ke data nasabah perbankan. Dilarang UU Perbankan. Sehingga siapa pun dirjen pajaknya, data itu susah dikejar,” tandas Thelisa.
Ia kembali melanjutkan, ada empat sektor yang paling disorot dalam konteks ini. Yaitu, Sektor industri, pertambangan, konstruksi, dan perdagangan. Potensinya tinggi tapi faktanya tidak. Mereka menghindari pajak baik PPN maupun PPh.
Untungnya, sektor perbankan relatif patuh. Data dari Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, kata dia, kepatuhannya tinggi mencapai 92 persen. Hal ini terjadi karena sektor ini memang sangag high regulated, banyak yang mengawasi ada Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan.
“Tapi perlu juga diingat, potensinya tetap ada. Misalnya juga terkait dengan provisi, sebesar apa biayanya, kalau tidak transparan susah juga,” kata dia.
Artikel ini ditulis oleh:
Arbie Marwan