Jakarta, Aktual.com — Rakyat Indonesia akan banyak merasakan dampak negatifnya, jika Presiden Joko Widodo jadi menandatangani perjanjian Trans Pacific Partnership (TPP). Pasalnya, tidak hanya soal perekonomian yang terkena dampaknya, bahkan terkait obat-obatan pun akan menjadi masalah baru bagi rakyat Indonesia.
“Jangan harap akan akan ada obat murah. Karena jika bergabung di TPP, akan melemahkan peran industri nasional dan semakin menjauhi akses masyarakat terjadap obat-obat murah,” kata Koordinator Koalisi Obat Murah, Adhitya Wardana, yang menjadi bagian dari Masyarakat Indonesia Tolak TPP, di Jakarta, Senin (15/2).
Menurutnyan dengan diterapkannya standar Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPs) Plus, dalam TPP menjadikan hak paten obat-obatan menjadi hal penting.
“Karena hak paten ini, menjadi salah satubobyek investasi dalam TPP, sehingga ke depannya berpotensi menjadi sengketa internasional antara korporasi internasional dengan negara dalam ISDS (Investor-State Dispute Settlement),” jelasnya.
Hal itu terjadi, lanjut Adhitya, sebab minopoli hak paten obat-obatan yang saat ini didominasi oleh perusahaan farmasi multinasional. Dengan kondisi itu, pada akhirnya Indonesia tidak memungkinkan untuk memiliki industri farmasi nasional yang mampu mempopduksi obat-obat dengan harga murah.
“Padahal, keteresedian obat generik ink menjadi penting. Sehingga gang ada , JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) akan dirampok oleh produsen obat. Bahkan obat-obat yang ada di JKN bisa digugat,” tegas dia.
Padahal, sebagai negara, kata dia, mestinya dapat mengajak semua produsen obat untuk ada di JKN. Tapi dengan keterlibatan Indonesia di TPP, peran negara seperti itu dicabut.
“Sehingga dampaknya, di JKN yang ada obat-obat mahal. Maka rakyat pula yang durugikan pada akhirnya,” pungkas dia.
Apalagi, pemerintah sendiri belum lama ini sudah meluncurkan paket kebijakan ekonomi yang ke-X, yang gelah mencabut Daftar Negatif Investasi (DNI). Salah investasi yang semula dicabut, kini sudah dibuka, yang pengelolaan industri bahan baku obat bisa dimiliki 100 persen oleh asing. Sehingga memungkinkan segala kebijakan dari hulu sampai hilir tergantung pemilik modal, termasuk soal penentuan tarif atau harga.
Artikel ini ditulis oleh:
Arbie Marwan