Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan (tengah) tiba di Gedung Bareskrim, Mabes Polri, Jakarta, Kamis (10/12). Novel Baswedan memenuhi panggilan Bareskrim untuk pelimpahan berkas tahap dua dari Bareskrim ke Kejaksaan Tinggi Bengkulu, terkait dugaan penganiayaan saat menjabat Kepala Satuan Reserse Polres Kota Bengkulu pada tahun 2004. ANTARA FOTO/Reno Esnir/nz/15.

Jakarta, Aktual.com — Tangis Dedi Mulyana (33) pecah di depan anggota Komisi III DPR RI, Senin (15/2). Ia masih ingat bagaimana Kepala Satuan Reskrim Polres Bengkulu yakni Novel Baswedan menyiksanya 12 tahun yang lalu.

Dedi menceritakan dirinya seketika diseret masuk kedalam mobil. Ia bersama Doni (32), Ali (33), dan Irwansyah Siregar (40) dibawa ke kantor Polres Bengkulu. Sepanjang perjalanan ia dipukul.

Bukan cuman itu ia bersama yang lain juga diminta untuk membuka baju hingga telanjang. Kemaluanya distrum dan sejumlah siksa yang lain pun ia dapatkan. Sampai akhirnya ditepi pantai dengan tangan dan kaki terikat Dedi ditembak. Tapi tak sampai mati.

“Tangan saya diborgol. Baju dilepas cuma pakai celana dalam. Kemaluan saya disetrum. Lalu ditembak di pantai,” kata Dedi.

Cerita itu disampaikan oleh Dedi dan ketiga rekanya kepada Komisi III DPR yang membidangi hukum. Mereka meminta Novel tetap disidangkan.

“Saya mohon pak, jangan sampai ditunda di persidangan. Saya enggak bersalah. Saya masih disiksa,” ujar Dedi.

Seperti diketahui Novel Baswedan merupakan mantan anggota Polri yang saat ini mengabdi pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ia ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus penembakan dan penyiksaan korban salah tangkap saat bertugas di Bengkulu.

Saat ini kasus Novel masih tidak jelas. Jaksa sudah mengirimkan berkas dakwaan kepada Pengadilan Negeri Bengkulu. Namun belakangan muncul desakan agar Novel tidak disidangkan karena kasusnya dianggap sebagai rekayasa.

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Novrizal Sikumbang