Jakarta, Aktual.co — Rencana menjadikan SKK Migas sebagai BUMN khusus sebagaimana tercantum dalam RUU Migas harus dibatalkan karena diduga hanya sebagai ajang bagi-bagi kekuasaan, kata pengamat komunikasi Universitas Airlangga Suko Widodo.
Usulan pembentukan SKK Migas menjadi BUMN khusus adalah bentuk keraguan dan ketergesaan pemerintah dalam mengambil kebijakan sektor migas. “Saya khawatir, ini hanya untuk membagi-bagi kue untuk mereka yang sebelumnya tidak mendapatkan porsi kekuasaan,” katanya di Jakarta, ditulis Rabu (3/6).
Menurut Suko, jika pembentukan BUMN Migas tetap dilanjutkan akan mengancam sektor migas Tanah Air sebab bisa menjadi semacam “Pertamina tandingan” mengingat keduanya mengerjakan lapangan yang sama. “Tentu saja ini tidak efektif dan bahkan bisa menghambat ketahanan energi,” katanya.
Selain itu apabila SKK Migas menjadi BUMN Khusus, lanjut Suko, kepercayaan publik juga bisa anjlok mengingat maraknya kasus korupsi yang menerpa SKK Migas dalam beberapa waktu terakhir. Sebut saja kasus yang menjadikan mantan Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini serta kasus impor kondensat migas yang saat ini sedang diusut penegak hukum.
Sementara Direktur Ekskutif Energy Watch Indonesia Ferdinand Hutahaean berpendapat bahwa pembentukan BUMN khusus migas akan membuat dualisme dalam kegiatan migas yakni hulu dan hilir. Padahal untuk mencapai ketahanan energi, arah kebijakan dari hulu ke hilir harus terintegrasi dan tidak bisa dipisah-pisahkan satu sama lain.
Pertamina, lanjut Ferdinand, tidak akan membesar dengan keberadaan BUMN khusus. Bahkan sebaliknya, akan membuat Pertamina menjadi terhambat dan dikerdilkan. “Karena akan terjadi tumpang tindih tugas, kewenangan, dan tanggung jawab antara keduanya,” kata Ferdinand.
Menurut Ferdinand, ketimbang melakukan pembahasan RUU Migas yang justru bisa menghancurkan ketahanan energi dalam negeri, sebaiknya dilakukan revisi terhadap UU Nomor 8 tahun 1981 tentang Pertamina. Karena hanya dengan revisi, maka peran Pertamina bisa dikuatkan. “Kalau ingin mencapai ketahanan energi, yang diperlukan memang dengan memperkuat Pertamina, bukan sebaliknya,” lanjut Ferdinand.
Artikel ini ditulis oleh: