Jakarta, Aktual.com – Gelagat adanya ketidakharmonisan di internal Dewan Pimpinan Daerah (DPD) PDI-Perjuangan DKI Jakarta semakin mencuat dengan surat terbuka yang dilayangkan kader banteng moncong putih Jakarta Timur ke Megawati Soekarnoputri.
Dalam surat itu, Koordinator Poros Kader dan Aktivis PDI-P Jakarta Timur Cepy Budi Mulyawan menyampaikan beberapa rekomendasi yang perlu segera ‘dibereskan’ Mega.
Antara lain, meminta Mega untuk menolak permohonan pengunduran diri Ketua DPD PDI-P DKI Jakarta Boy Sadikin. Mega juga juga diminta mengevaluasi para kader PDI-P yang duduk di Fraksi PDI-P di DPRD DKI. (Baca:Megawati Didesak Evaluasi Kinerja Kader PDI-P di DPRD DKI)
Pertanyaan pun muncul, mengapa Boy mundur? Mengapa para politisi banteng di Kebon Sirih perlu dievaluasi? Apakah ada sesuatu yang tidak beres?
Kepada Aktual.com, Cepy membeberkan adanya friksi di tubuh DPD PDI-P DKI.
Diakuinya, permohonan pengunduran diri Boy dilatarbelakangi kondisi DPD PDI-P DKI yang ‘terbelah’ jadi dua faksi. Yakni faksi Boy dan Prasetio Edy Marsudi yang tidak lain merupakan Ketua DPRD DKI.
“Atau dengan kata lain, kepemimpinan DPD PDI-P DKI secara de facto terjadi dualisme kepemimpinan atau istilahnya ‘matahari kembar’,” ujar dia, melalui pesan pendek kepada Aktual.com, Selasa (16/2).
Akibat ‘terpecah’ jadi dua kubu, tutur dia, produk politik dan kebijakan DPD (hasil rapat DPD) yang diinstruksikan Boy sebagai Ketua DPD, acapkali diabaikan Pras. Dalam hal ini, kekuatan Boy kandas di Fraksi PDI-P di Kebon Sirih.
Cepy membeberkan lebih jauh lagi soal ‘tidak akurnya’ Boy dan Pras. Kata dia, kondisi itu sebenarnya sudah mulai muncul sejak awal terbentuknya DPD PDI-P DKI. Saat itu, kata dia, Boy tidak setuju Pras jadi Sekretaris DPD.
Alasan Boy tidak setuju, lantaran dengan posisi itu akan membuat Pras punya kekuatan yang melebihi Ketua DPD. Ditambah lagi dominasi Pras di F-PDIP di Kebon Sirih. Kekhawatiran Boy pun terbukti saat kasus interpelasi dari DPRD DKI terhadap Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
Kata Cepy, saat itu DPD PDI-P DKI sebenarnya dukung interpelasi terhadap Ahok. Tapi dukungan dari DPD ternyata tidak ditindaklanjuti oleh Pras yang duduk sebagai Ketua DPRD. “Malah dipetieskan (dukungan interpelasi Ahok) oleh Pras,” beber dia.
Menurut Cepy, kejadian itu sudah diprediksi Boy. “Karena sudah jadi rahasia umum kalau Ahok dan Pras satu ‘Bos’,” ujar dia, tanpa menjelaskan secara gamblang yang dimaksud ‘Bos’ di sini.
Kondisi itu membuat kader-kader PDI-P DKI di akar rumput ikut gerah. Sehingga meminta Mega turun tangan benahi F-PDI-P di Kebon Sirih.
Sedangkan Boy, kata Cepy, semakin merasa hanya jadi ‘pajangan’ saja sebagai Ketua DPD tapi tidak bisa banyak bicara di kancah politik DKI. Akhirnya berujung pada surat pengunduran diri.
Cepy menambahkan, meski kekuatan di Kebon Sirih tidak cukup kuat, tapi untuk urusan kedekatan dengan Mega, Boy jauh lebih kuat ketimbang Pras. “Boy lebih dekat dengan Mega dan mempunyai hubungan historis,” ujar dia.
Artikel ini ditulis oleh: