Jakarta, Aktual.com — Indonesia Police Watch (IPW) menolak dilakukanya revisi terhadap undang-undang penanggulangan tindak pidana terorisme. Pemerintah justru seharusnya melakukan evaluasi terhadap aparat penegak hukum yang bersinggungan dengan penanganan aksi terorisme di Indonesia, seperti Densus 88 Mabes Polri dan BNPT.
Demikian disampaikan Ketua Presidium IPW Neta S Pane, dalam acara diskusi DPR RI, di Komplek Parlemen, Senayan, Selasa (16/2).
“Saya menolak adanya revisi itu, dikarenakan UU itu baru diterapkan. Yang perlu dilakukan adalah mengevaluasi aparat keamanan dengan melakukan transparansi anggaran dari asing yang masuk sebagai dana bantuan pemberantasan aksi terorisme selama ini, baik itu yang berasal dari Amerika Serikat (AS) maupun Australia,” kata Neta.
Transparansi pendapatan dana bantuan itu sangat diperlukan bagi publik dalam melihat aktivitas penanganan terorisme di Indonesia.
“Maka itu DPR seharusnya meminta, baik Densus 88 maupun BNPT, memberikan penjelasan transparansi anggaran karena dalam penanganan terorisme bersinggungan dengan masyarakat,” ujarnya.
Masih kata Neta, dalam penanganan terorisme juga diperlukan adanya pengawasan yang sangat ketat, terlebih pada tataran lapangan yang seperti dilakukan Densus 88.
“Pengawasan terhadap kinerja densus ini sangat perlu, dalam kasus Sugito pada bom Sarinah kemarin misalnya. Densus mengataka jika Sugito adalah teroris dan ditembak, belakangan polisi mengatakan Sugito bukan teroris. Namun Sugitonya sudah mati siapa yang bertanggungjawab?”
“Jangan sampai justru aksi Densus 88 ini dalam pemberantasan terorisme memunculkan aksi balas dendam dari anak yang dituduh sebagai pelaku teror seperti di kasus Sugito itu,” tutupnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Novrizal Sikumbang