Jakarta, Aktual.com — Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta menahan dua tersangka kasus dugaan pembobolan Bank DKI sejumlah Rp 230 miliar dengan modus pemberian fasilitas kredit ke PT Likotama Harum, dan PT Mangkubuana Hutama Jaya.
Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Sudung Situmorang mengatakan, kedua pejabat Bank DKI tersebut, yakni mantan Vice President Bank DKI Dulles Tampubolon dan Account Officer Korporasi Bank DKI Hendri Kartika Andri.
“Dua orang yang ditahan, yakni Dules Tampubolon mantan Vice President dan Hendri Kartika Andri Account Officer Korporasi Bank DKI,” kata Sudung di Jakarta, Rabu (17/2).
Penyidik menahan keduanya di Rumah Tahanan Salemba Jakarta. Sedangkan seorang tersangka lainnya, yakni Supendi sudah ditahan oleh penyidik Polda Banten dalam kasus berbeda.
Sebelumnya, Kejati DKI Jakarta fokus menyidik kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit dari Bank DKI ke PT Likotama Harum dan PT Mangkubuana Hutama Jaya sebesar Rp 230 milyar, untuk menetapkan tersangkanya.
Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, M Adi Toegariman mengatakan, pihaknya telah meningkatkan kasus ini ke penyidikan setelah 2 bulan sebelumnya melakukan penyelidikan dan menyimpulkan adanya tindak pidana.
“Dari penyelidikan yang dilakukan, maka kami berkesimpulan penyelidikan tersebut memenuhi untuk ditingkatkan ke penyidikan,” kata Adi di Jakarta, Rabu (24/6) lalu.
Untuk meningkatkan kasus ini ke penyidikan, Adi telah mengeluarkan surat perintah penyidikan (Sprindik) Nomor 879/0.1/fd.1/06/2015, tanggal 24 Juni 2015, untuk melakukan proses penyidikan dan menetapkan tersangkanya.
PT Likotama Harum dan PT Mangkubuana Hutama Jaya tidak memenuhi syarat untuk mendapatkan kredit dari Bank DKI karena bukan pemenang lelang dan pelaksana proyek.
“Awalnya, perusahaan PT Likotama Harum yang menjadi nasabah Bank DKI Walikota Jakbar sejak tahun 2006. Pada tahun 2013, perusahaan itu mengajukan kembali plafon Kredit Modal Kerja (KMK)-SPK sebesar 230 milyar,” ungkap Adi.
Sesuai Memorandum Analisa Kredit (MAK) 10 Mei 2013, untuk mendapat kredit pihak PT Likotama Harum menjaminkan aset berupa tana senilai Rp 130 milyar dan asuransi pekerjaan senilai Rp 100 milyar. “Permohonan pengajuan KMK sebesar Rp 230 milyar pada tanggal 18 April 2013 untuk jangka waktu 1 tahun, dari 6 Juni 2013 sampai 6 Juni 2014,” kata Adi.
PT Likotama Harum mengajukan kredit modal kerja ke Bank DKI untuk modal kerja proyek pembangunan jembatan Selat Rengit di Kepulauan Meranti, Riau, senilai Rp 212 milyar, dan pembangunan pelabuhan kawasan Dorak, Selat Panjang, Riau, senilai Rp 83,5 milyar.
“Lalu Pembangunan gedung RSUD Kebumen, Jawa Tengah, Rp 94,2 milyar, serta pengadaan kontruksi bangunan sisi udara Kabupaten Paser, Kalimantan Selatan, sebesar Rp 389,9 milyar,” ungkap Adi.
Kemudian, pemberian kredit modal kerja tersebut dari Bank DKI diteken oleh Grup Komersial Corporate dan Grup Resiko Kridit. “Bahwa dalam penetapan KMK yang diajukan PT LH dilakukan oleh Dewan Direksi beserta Dirut PT Bank DKI,” bebernya.
Namun saat wartawan menanyakan apakah ada keterlibatan pihak bank dalam kasus pembobolan ini, Adi mengatakan, sedang mengumpulkan alat bukti untuk menemukan perbuatan pidana apa yang dilakukan.
“Nanti, terkait direksinya akan kami telusuri siapa saja yang terlibat. Siapa-siapa yang mempunyai kewenangan di sana. Tentunya akan kita akumulasikan dalam peristiwa ini,” tegasnya.
Untuk mengusut pihak yang harus bertanggung jawab, Adi mengatak, pihaknya akan melakukan pemanggilan dan pemeriksaan sejumlah pihak. Sebab indikasi pembobolan terlihat dari perbuatan kedua perusahaan yang tidak membayar kredit pada waktunya.
Artikel ini ditulis oleh:
Wisnu