Massa yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi memukul kentongan dan membawa spanduk-spanduk penolakan revisi UU KPK saat melakukan aksi di halaman Gedung KPK, Jakarta, Selasa (16/2/2016). Dalam aksinya mereka menolak revisi Undang-undang KPK karena dapat melemahkan KPK dalam memberantas korupsi.

Jakarta, Aktual.com — Penolakan terhadap revisi Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi terus bergulir baik dari kalangan pegiat antikorupsi maupun akademisi. Mereka pun meminta Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla agar mengurungkan niatnya untuk merevisi UU KPK.

Apalagi, ada sejumlah poin yang dianggap dapat melemahkan lembaga tersebut, diantaranya yakni soal pengaturan kewenangan penyadapan, pembentukan dewan pengawas dan kewenangan menerbitkan SP3.

Pengamat hukum dari Universitas Cendana Kupang Karolus Kopong Medan menilai, jika kewenangan KPK dalam penyadapan harus meminta izin pengadilan, maka hal itu akan membuat KPK tidak bekerja secara efektif.

“Menurut saya, kalau dari aspek penyadapan dibatasi akan membuat lembaga itu tidak bisa bekerja cepat karena harus menunggu perintah pengadilan,” katanya ketika dihubungi, Kamis (18/2).

Jika memang kewenangan penyadapan harus seizin pengadilan, maka hal itu dilakukan untuk kasus yang sudah terungkap. Sebab, bagaimanapun KPK memerlukan penyadapan untuk kasus lainnya.

“Tetapi untuk kasus-kasus yang tertutup dan membutuhkan proses penyelidikan yang intensif, penyadapan itu tetap diperlukan,” kata dia.

Artinya, jalan tengahnya adalah penyadapan dilakukan atas izin pengadilan untuk kasus-kasus yang sudah terungkap, tetapi kasus yang tertutup dan membutuhkan proses penyelidikan tidak perlu mendapat izin, katanya.

Pandangan hampir sama disampaikan Pengamat Hukum Administrasi Negara Johanes Tuba Helan yang berpendapat, KPK seharusnya tidak memerlukan izin dari siapapun, baik pengadilan maupun dewan pengawas dalam melakukan penyadapan.

“Dalam hal penyadapan, merupakan hal penting bagi KPK dalam melaksanakan tugas pemberantasan korupsi, sehingga tidak perlu ada izin dari lembaga manapun, termasuk dewan pengawas,” katanya.

Jika kewenangan penyadapan dicabut, maka posisi KPK akan semakin tidak berdaya, kata Johanes Tuba Helan.

Kopong Medan menambahkan, dalam hal lembaga pengawas, tidak perlu ada karena selama ini masyarakat sudah berperan mengawasi kerja KPK.

“Tanpa ada lembaga pengawaspun, kinerja KPK selama ini tetap mendapat pengawasan dari masyarakat, jadi sebenarnya tidak perlu ada lembaga pengawas,” katanya.

Namun, jika memang diperlukan maka hal yang paling penting adalah kehadiran lembaga pengawas itu sungguh-sungguh idenpenden.

“Jangan sampai lembaga pengawas itu dipimpin oleh orang yang tidak independen, atau ada muatan kepentingan, sehingga justeru membuat KPK semakin tidak bisa leluasa melaksanakan tugas pemberantasan korupsi.”

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Wisnu