Jakarta, Aktual.com — Direktur Utama PT Comradindo Lintasnusa Perkasa, Tri Wiyasa melayangkan gugatan praperadilan terhadap Kejaksaan Agung soal penetapan tersangka dirinya dalam kasus dugaan korupsi pembangunan Bank Jawa Barat-Banten (BJB).
“Iya benar kita di praperadilan kan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan,” kata Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Fadil Jumhana di Gedung Bundar Kejaksaan Agung, Kamis (18/2).
Namun, Fadil tidak menjelaskan secara detail kapan gugatan praperadilan yang dilayangkan buronan paling dicari itu didaftarkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
“Saya belum cek kapan itu digugatnya, tapi kita di praperadilan sama dia (Tri Wiyasa),” ujar dia.
Disinggung soal kapan sidang perdana praperadilan tersebut, Fadil mengaku belum mengetahui jadwal sidang perdananya, namun kata Fadil telah menyiapkan tim hukum untuk menghadapi gugatan praperadilan tersebut.
“Kita sudah siapkan tim jaksanya, sudah tandatangani surat perintah penugasan, ” kata dia.
Diketahui, Tersangka Direktur Utama PT Comradindo Lintasnusa Perkasa (CLP) Tri Wiyasa merupakan satu-satunya tersangka yang hingga kini belum juga dilakukan penahanan, padahal Tri kerap mangkir dari beberapa kali panggilan tim penyidik. Sementara satu tersangka lainnya mantan Kepala Divisi Umum Bank Jawa Barat – Banten Wawan Indrawan telah diputus bebas oleh PN Tipikor Bandung beberapa bulan lalu.
Dari informasi yang beredar Direktur Utama PT Comradindo Lintasnusa Perkasa (CLP) Tri Wiyasa itu di-backing oleh orang kuat sehingga penyidik tak bisa menyentuhnya.
Tri Wiyasa merupakan adik dari pejabat di DPRD DKI Jakarta, dalam kasus ini penyidik menetapkan dua tersangka yakni mantan Kepala Divisi Umum BJB wawa Indrawan dan Direktur Utaman PT Comradindo Lintasnusa Perkasa (CLP) Tri Wiyasa sesuai Surat Perintah Penyidikan Nomor: Print-66/F/F.2/Fd.1/05/2013 dan Nomor: Print-67/F.2/Fd.1/05/2013, tanggal 17 Mei 2013.
Kedua tersangka tersebut terancam 20 tahun penjara sesuai UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) No 31/1999 yang diubah dengan UU No 20/2001.
Penyidik juga telah memeriksa sejumlah tokoh penting telah, mulai Direktur Utama Bank Jabar Banten Bien Subiantoro, Selasa (27/8/2013), mantan Komisaris dan mantan Direktur Utama Bank Jabar Agus Ruswendi. Lalu, Betty Rahmawaty dan David Kurniawan (anggota Penitia Lelang Proyek Bank BJB), Senin (27/5/ 2013).
Kasus berawal dari keinginan Direksi BJB untuk memiliki kantor cabang BJB di Jakarta. Mereka, lalu membeli 14 dari 27 lantai T-Tower yang rencananya dibangun di Jalan Gatot Subroto Kaveling 93, Jakarta.
Tim BJB bernegosiasi dengan Comradindo, perusahaan teknologi informasi yang mengklaim sebagai pemilik lahan Kaveling 93.
Lalu disepakati harga pembelian tanah sebesar Rp 543,4 miliar, dalam rapat direksi setuju membayar uang muka 40 persen atau sekitar Rp 217,36 miliar pada 12 November 2012 dan sisanya, dicicil senilai Rp 27,17 miliar per bulan selama setahun.
Namun dalam praktiknya ditemukan kejanggalan dalam transaksi tersebut, mulai status tanah yang diduga milik perusahaan lain sehingga rawan sengketa, harga tanah yang jauh di atas harga pasar sampai pembayaran uang muka yang menyalahi ketentuan. Akibat tindakan tidak profesional Bank BJB, negara diduga dirugikan sekitar Rp217, 36 miliar.
Artikel ini ditulis oleh:
Wisnu