Massa yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi memukul kentongan dan membawa spanduk-spanduk penolakan revisi UU KPK saat melakukan aksi di halaman Gedung KPK, Jakarta, Selasa (16/2/2016). Dalam aksinya mereka menolak revisi Undang-undang KPK karena dapat melemahkan KPK dalam memberantas korupsi.

Jakarta, Aktual.com — Komisi Pemberantasan Korupsi meminta DPR menolak revisi Undang-undang nomor 30 tahun 2002, yang akan dibahas dalam rapat paripurna yang sedianya digelar Kamis (18/2), tetapi ditunda menjadi Selasa (23/2).

“Rakyat menolak revisi, mengapa parlemen yang merepresentasikan rakyat ingin melemahkan dan merevisi UU KPK?” ujar Komisioner KPK Laode Muhammad Syarif dalam seminar Gerakan Anti Korupsi di Jakarta.

KPK, ujar dia, telah mendapat dukungan dari berbagai pihak untuk menolak revisi, di antaranya dari Muhammadiyah, PGI, tokoh-tokoh politik, Forum Rektor, organisasi buruh, mahasiswa, dan masyarakat umum.

Menurut dia, terdapat diskoneksi jika parlemen menunjukkan gelagat yang berbeda dari rakyat yang diwakilinya. “Semoga dibukakan hatinya agar tidak berlanjut. Kalau tidak buka mata dan telinga keterlaluan adanya,” kata dia.

Revisi UU KPK dimotori oleh PDI-P dan didukung oleh enam fraksi lain. Hingga kini, partai yang menolak hanya tiga fraksi, yakni Gerindra, Demokrat, dan PKS, meskipun PAN mulai mengisyaratkan akan menolak revisi.

Terdapat empat poin yang ingin dibahas dalam revisi UU KPK, yakni pembatasan kewenangan penyadapan, pembentukan dewan pengawas, kewenangan KPK dalam menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3), serta kewenangan rekrutmen penyelidik serta penyidik.

Atas empat poin yang dianggap akan melemahkan KPK tersebut, penolakan revisi UU KPK oleh pegiat antikorupsi maupun akademisi semakin kuat. Mereka juga mendesak pemerintah menolak revisi UU KPK oleh DPR.

Artikel ini ditulis oleh:

Wisnu