Jakarta, Aktual.com — “Hidup sederhana/Gak punya apa-apa/Tapi banyak cinta/Hidup bermewah-mewahan/Punya segalanya tapi sengsara/Seperti para koruptor// adalah potongan lagu “Seperti Para Koruptor” yang dibawakan oleh vokalis Slank Akhadi Wira Satriaji alias Kaka yang juga serempak dinyanyikan oleh sebagian pegawai KPK .
Sekitar dua ratus pegawai KPK baik yang berasal dari Deputi Pencegahan maupun Penindakan yaitu penyelidik, penyidik dan jaksa KPK dengan masih berpakaian kemeja dan celana kain tampak larut menikmati performa Slank di halaman depan Gedung KPK.
Meskipun hanya tampil berempat tanpa Abdee Negara (Abdee) yang sedang cuti sakit, namun Kaka, Bimo Setiawan Almachzumi (Bimbim), Ivan Kurniawan Arifin (Ivanka) dan Mohammad Ridwan Hafiedz (Ridho) ‘manggung’ seperti biasa.
Kaus, celana jins dan topi jadi pilihan busana mereka saat membawakan lima lagu yaitu “Seperti Para Koruptor”, “Halal”, “Hai Bung”, “Koruptor Dor” dan “Ku Tak Bisa”. Mini konser itu untuk menunjukkan dukungan terhadap penolakan mereka terhadap revisi UU No 30 tahun 2002 tentang KPK.
“Slank di sini menegaskan sikap Slank bahwa kami antikorupsi dan kami dukung apa yang dilakukan KPK,” kata Kaka yang sepanjang konser menggunakan kacamata riben warna biru, kepada jurnalis media yang kebetulan hadir.
Slank memang tidak asing dengan KPK karena pada peringatan hari Antikorupsi di Bandung pada 11 Desember 2015 lalu Slank menjadi kelompok musik pamungkas dalam acara tersebut.
Sejumlah lagu Slank juga beraroma kritik sosial, termasuk kritik ke DPR. Badan Kehormatan (BK) DPR pada 2008 bahkan pernah mengeluhkan lirik lagu Slank berjudul ‘Gosip Jalanan’ yang memuat lirik “DPR tukang buat UU dan korupsi”. Kasus tersebut sempat ramai dibicarakan, namun Slank tetap mendapat banyak dukungan.
Sementara pada 2009, bersama penyanyi Oppie Andaresta, kelompok musik Efek Rumah Kaca, Once ‘Dewa’ dan musikus lain mendukung KPK lewat gelaran konser di Bundaran HI yang diprakarsai oleh komunitas Cicak (Cinta Indonesia, Cinta KPK).
“Korupsi bisa diredam, dicegah kalau kita hidup secara sederhana. Kita semua di sini agar KPK tidak dilemahkan,” tambah Kaka.
Respon KPK Meski tampak tidak familiar dengan lagu-lagu Slank, tapi kelima orang komisioner KPK yang ikut menonton mini konser yaitu Agus Raharjdo, Basaria Panjaitan, Alexander Marwata, Saut Situmorang dan Laode M Syarief ikut menikmati musik Slank.
Mereka tampak tersenyum dan menggoyangkan tangan dari balik kemeja batik lengan panjang maupun blazer. Pada sejumlah lirik yang terkenal seperti dalam lagu “Kutak Bisa” Alexander Marwata bahkan ikut bernyanyi.
“Slank memberikan dukungan sejak KPK jilid pertama, mulai zaman Pak Ruki (Taufiequrrachman Ruki), mereka sudah mendukung KPK, ya kita dengarkan lagunya Slank,” kata Ketua KPK Agus Rahardjo.
Terkait rencana revisi UU KPK, Ketua Wadah Pegawai KPK Faishal juga menyampaikan pernyataan sebelum konser dimulai.
“Kami menyatakan pernyataan sikap pegawai KPK. Demi keberlangsungan gerakan pemberantasan korupsi menyatakan sikap yaitu pertama, mendesak presiden segera menarik draft usulan revisi UU KPK; dua mendesak DPR selaku wakil rakyat menghentikan revisi UU KPK yang jelas-jelas melemahkan; tiga kami mendukung sepenuhnya sikap tegas pimpinan KPK yang menolak revisi UU KPK. Sekali lagi kami mengatakan pegawai KPK menolak tegas revisi UU KPK,” kata Faishal.
Sedangkan pimpinan KPK pun sudah menghadap Presiden Joko Widodo pada pagi ini untuk meminta ketegasan sikap Presiden untuk menolak revisi UU KPK.
“Tadi kita sudah ketemu Presiden agar Bapak Presiden menentukan sikap mudah-mudahan hasil pertemuan tadi, sore ini kita lihat,” kata Agus.
Pertemuan tersebut mendesak dilakukan karena rapat paripurna DPR untuk membahas revisi UU KPK rencananya akan dilangsungkan pada Selasa (23/2) setelah ditunda dua kali karena ada 3 fraksi yaitu Fraksi Partai Gerindra, Partai Demokrat dan PKS yang menolak revisi UU tersebut.
Masalahnya, sejumlah pihak di kalangan pemerintah seperti Wakil Presiden Jusuf Kalla, Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Panjaitan dan Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly mendukung revisi UU KPK.
“Masukan kami ke Presiden bahwa revisi itu tidak perlu, jadi perkara SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan) kita tidak bisa melimpahkan. Perkara dewan pengawas memang tidak perlu karena penyadapannya sudah diakui,” tambah Agus.
Menurut Agus, Presiden Joko Widodo akan mempertimbangkan permintaan itu, apalagi karena draft revisi dinilai melemahkan KPK.
“Saya mengatakan siap mundur kalau revisi dilakukan dan hasilnya melemahkan KPK. Kita keberatan dengan dilakukan revisi saat ini, sebaiknya revisi dilakukan kalau indikator korupsi sudah 50,” ungkap Agus.
Draft revisi UU KPK terakhir yang beredar di wartawan pun mengalami perubahan, namun setidaknya masih ada sejumlah poin yang dinilai melemahkan KPK.
Pertama, soal pembatasan kewenangan penyadapan KPK yang tertera pada pasal 12A ayat (1) penyadapan dilaksanakan (a) setelah terdapat bukti permulaan yang cukup dan (b) izin tertulis dari Dewan Pengawas; (2) Pimpinan KPK meminta izin tertulis dari Dewan Pengawas untuk melakukan penyadapan; (3) penyadapan paling lama 3 bulan terhitung izin tertulis diterima penyidik dan dapat diperpanjang 1 kali untuk jangka waktu yang sama.
Kedua, kehadiran Dewan Pengawas yang diatur dalam pasal 37A-D. Dewan Pengawas adalah lembaga nonstruktural yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat mandiri. Anggota Dewan Pengawas berjumlah 5 orang yang pemilihan dilakukan Presiden untuk masa jabatan 4 tahun. Tugas Dewan pengawas misalnya adalah melakukan evaluasi kinerja pimpinan KPK secara berkala 1 kali dalam 1 tahun dan membuat laporan pelaksanaan tugas secara berkala 1 kali dalam 1 tahun kepada Presiden dan DPR.
Ketiga, kewenangan KPK untuk mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dan Penuntutan (pasal 40). Tapi SP3 itu dapat dicabut oleh pimpinan KPK bila ditemukan hal-hal baru yang dapat membatalkan alasan penghentian penyidikan.
Keempat, kewenangan penyitaan oleh KPK pun hanya boleh dengan izin Dewan Pengawas seperti dalam pasal 47.
Ketika KPK berusaha dilemahkan oleh DPR dan sejumlah pihak di pemerintah, maka musisi dan karyawan KPK pun bahu-membahu membela lembaga penegak hukum tersebut, sebabnya karena musisi dan pegawai KPK nyata merasakan manfaat kehadiran KPK.
Seperti lirik lagu ‘Kutak Bisa’ yang sengaja diubah Kaka menjadi “Ku tak bisa jauh jauh dari KPK”. Rakyat Indonesia juga tidak bisa jauh dari KPK.
Artikel ini ditulis oleh:
Antara