?????????????????????????????????????????????????????????

Jakarta, Aktual.com — Tidak bergemingnya sikap PT Pertamina (Persero) walaupun mendapat desakan publik agar menurunkan harga minyak, ternyata lantaran pertamina merasa nikmat menarik keuntungan dari harga penjualan BBM yang mahal kepada rakyat.

“Pertamina sengaja menahan harga untuk meraup banyak keuntungan dari masyarakat, padahal masyarakat lagi susah,” kata Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Enny Sri Hartati diJakarta, Senin (22/2).

Menurut Enny, alasan yang dikemukakan oleh pihak pertamina hanyalah sebatas alibi, lantaran selama ini Pertamina tidak menunjukkan sikap yang transparan.

“Keuntungan Pertamina saat harga minyak turun drastis ini sangat luar biasa. Bahwa ada kerugian di hulu iya, namun selama ini juga tidak transparan berapa sebenarnya keuntungan yang didapat. Apakah keuntungan itu juga dirasakan rakyat? Rakyat malahan jadinya yang mensubsidi Pertamina,” kata Enny.

Dalam rincian INDEF, dengan harga BBM per 6 Januari 2016 sebesar Rp7.150 per liter, keuntungan Pertamina dari jual beli BBM ini bisa mencapai sekitar Rp30 triliun per bulan. Dengan asumsi satu barel minyak mentah sebesar USD33, maka dengan kurs rupiah terhadap dollar sebesar Rp 13.500 per dollar, harga per barel minyak sebesar Rp445.500. Apabila satu barel setara dengan 160 liter minyak, maka harga beli minyak mentah per liternya hanya Rp2.785.

Untuk memproduksi minyak mentah menjadi BBM, rata-rata biaya produksinya sebesar 20 persen. Dengan angka tersebut, maka harga BBM per liter yang siap jual kira-kira sebesar Rp 3.342 per liternya.

Dengan harga jual BBM sebesar Rp7.150 per liter dan biaya produksi hanya Rp3.340 per liter, Pertamina bisa meraup untung hingga Rp3.810 per liter. Dengan konsumsi BBM nasional sebanyak 1,6 juta barel yang setara dengan 256 juta liter per hari, berarti keuntungan yang diraih dari penjualan BBM mencapai sekitar Rp976 miliar per hari atau Rp30 triliun per bulan.

Selama ini, kata Enny, saat Pertamina untung, tidak banyak juga yang dikerjakan seperti membangun kilang. Padahal dalam jangka panjang akan membuat sektor energi lebih efisien tidak perlu mengimpor BBM secara utuh dan mungkin hanya perlu impor minyak mentah untuk diolah. Sayangnya, ketika rugi, baru Pertamina bicara ke publik.

“Kalau membangun kilang, kan keuntungan itu juga kembali ke rakyat, selama ini tidak,” tandasnya.

Enny menambahkan Pertamina harusnya melaporkan ke publik terkait penjualan BBM tersebut. Menurut dia, Pertamina sangat tidak transparan. Padahal, dengan menjual harga tinggi di atas harga kewajaran, mereka bisa mendulang untung besar.

Artikel ini ditulis oleh:

Dadangsah Dapunta
Eka