Padang, Aktual.com – Sejumlah pengacara muda yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sumatera Barat tolak LGBT, melaporkan dugaan pasangan sejenis DMDI, yang sebelumnya sempat akan melangsungkan pernikahan di Kota Padang, pada 14 Februari 2016.
“Masyarakat sempat digegerkan dengan pemberitaan pernikahan pasangan sejenis beberapa waktu lalu, namun gagal dilangsungkan karena diketahui mempelai laki-laki DMDI diduga berjenis kelamin perempuan. Dengan adanya kejadian itu patut diduga telah terjadi tindak pidana,” kata juru bicara koalisi, Guntur Abdurahman di Padang, Senin (22/2).
Dia mendatangi Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu Kepolisian Resor Kota Padang, bersama lima pelapor lainnya, sekitar Pukul 15.00 WIB. Hanya saja, pembuatan laporan itu ditunda pada Selasa (23/2), dikarenakan personil unit Pelayanan Perempuan dan Anak sedang tidak berada di tempat.
“Kedatangan kami telah diterima oleh SPKT, hanya saja dalam memroses permasalahan ini butuh unit PPA, yang sedang tidak berada di tempat. Sehingga laporan akan dibuat besok,” ujar dia.
Dia mengatakan, laporan itu tentang pelanggaran pasal 264 (1) KUHP tentang pemalsuan surat, serta pasal 266 (1) KUHP tentang keterangan palsu. Dari serangkaian kejadian pernikahan sejenis DMDI.
“Dari kejadian itu semua administrasi serta dokumen pernikahan telah diselesaikan dimana DMDI tercatat berjenis kelamin laki-laki, sementara faktanya tidak. Kami menilai telah dilakukan pemalsuan surat serta keterangan palsu oleh DMDI.”
Beberapa dokumen tersebut, lanjutnya, adalah pemalsuan identitas pada KTP, Pemalsuan Surat Keterangan untuk nikah Nomor 472 150/Kesos-JT/XII/2015, surat pernyataan belum menikah/kawin, Kartu Keluarga (KK) dengan nama kepala keluarga Adrian, dikeluarkan pada Desember 2015.
Saat ditanyai legalitasnya tentang pelaporan itu, ia mengatakan pihaknya memiliki wewenang di dalam hukum.
“Dalam hukum pidana ada namanya delik aduan dan delik biasa. Untuk delik aduan laporan harus dibuat oleh korban, sementara delik biasa setiap orang yang mengetahui suatu peristiwa tindak pidana bisa melaporkan ke polisi.”
Sedangkan, lanjutnya, Pasal 264 (1), serta pasal 266 (1) KUHP masuk dalam delik biasa. Dia menilai, laporan yang dibuat itu atas dasar kepedulian terhadap sosial serta norma yang ada di daerah itu. Dimana penikahan sejenis dinilai bertentangan dengan norma agama, kesusilaan, dan nilai budaya terutama budaya Minanagkabau.
“Sebagai masyarakat kami juga memiliki perhatian terhadap masalah ini. Dengan latar belakang hukum, maka langkah yang kami tempuh adalah langkah hukum seperti ini.”
Dia mengkhawatirkan, tidak diperhatikannya kejadian pernikahan sejenis di daerah Sumbar itu, nantinya menjadi gong pembenaran LGBT di daerah tersebut.
“Dari logika berpikir jika memang kedua pasangan itu ingin berhubungan, kan bisa dilakukan saja. Tapi sampai dilakukan suatu pernikahan, itu menjadi tanda tanya bagi kami.”
Dia menjelaskan, dalam laporan polisi pihaknya telah mengumpulkan sejumlah dokumen yang menerangkan bahwa DIMD berjenis kelamin perempuan, bukan lak-laki. Serta sejumlah masyarakat yang bersedia menjadi saksi.
Dia mengimbau agar seluruh pihak daerah itu bersatu dalam menolak segala bentuk upaya/tindakan yang telah menyalahi norma yang dijunjung tinggi masyarakat Minang, dengan falsafah “Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah”.
“Tujuan dilaporkannya kasus ini untuk memberikan efek jera terhadpa pelaku dan memperingatkan kepada pihak lainnya bahwa di Minangkabau, tindakan melanggar asusila serta hukum tidak bisa ditolerir.”
Selain Guntur, terdapat lima nama lainnya yang turut serta melapor. Yaitu Adam Malik, Ichwanadi, Faradhita, Farizi Fadhillah, serta Chintya Oktaviarni.
Sebelumnya, pernikahan sejenis yang direncakan pada 14 Februari itu, akan diselenggaran atas nama DMDI, dan MMP sebagai calon pengantin perempuan. Namun pernikahan yang akan dilangsungkan di Kecamatan Pauh, Kota Padang itu gagal dilakukan. Karena diketahui calon mempelai laki-laki DMDI, berjenis kelamin perempuan.
Artikel ini ditulis oleh:
Antara
Wisnu