Presiden Joko Widodo (kiri) berjabat tangan dengan Ketua DPR Ade Komarudin (kanan) usai menyampaikan keterangan kepada wartawan di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (22/2). Pertemuan tersebut membahas agenda prioritas legislasi nasional, diantaranya terkait pengampunan pajak dan penundaan revisi UU KPK. ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari/aww/16.

Jakarta, Aktual.com — Ditundanya revisi terhadap Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK menunjukan bahwa keinginan revisi bukanlah kemauan Presiden Jokowi, melainkan dari partai politik pendukung, terutama PDI Perjuangan.

Demikian disampaikan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Himpunan Masyarakat Untuk Kemanusiaan dan Keadilan (Humanika), Sya’roni saat dihubungi, di Jakarta, Selasa (23/2).

“Iya ini kenginan partai politik, jokowi sangat berhati-hati jika menyangkut persoalan sensitif yang bisa menyulut penolakan publik, karena Jokowi menyadari terpilihnya dia menjadi presiden tidak terlepas dari pencitraan di publik,” ucap Sya’roni.

Menurut dia, keputusan untuk menuda revisi lantaran presiden bimbang dalam mengambil keputusan, apakah mengikuti kemauan partai politik atau justru mengikuti keinginan dari publik.

“Tapi tampaknya presiden lebih mendengarkan suara publik, makanya presiden meminta ditunda,”

“Karena presiden berasal dari jawa, yang suka memakai simbol, makna penundaan tersebut bisa diartikan presiden tidak berkenan dengan revisi. Mestinya parpol pendukung memahami makna ini, sehingga tidak terus ngotot memaksakan revisi, jika parpol tetap ngotot, itu sama saja parpol membebani presiden dengan agenda yang tidak dinginkannya,” pungkas dia.

Artikel ini ditulis oleh:

Novrizal Sikumbang