Jakarta, Aktual.com — Sekjen Himpunan Masyarakat Untuk Kemanusiaan dan Keadilan (Humanika), Sya’roni, mengatakan sikap Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang meminta penundaan revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK), berseberangan dengan partai penyokongnya (PDI Perjuangan).
Jokowi dalam penilaiannya lebih terpengaruh oleh opini publik yang dibangun oleh sejumlah pihak daripada mengindahkan arah dan kebijakan partai terkait revisi UU KPK.
“Tidak jelas apa yang mendasari Jokowi bersikap gamang. Bisa jadi karena demo puluhan orang di depan KPK. Atau karena gertakan Ketua KPK Agus Rahardjo yang akan mengundurkan diri bila revisi disahkan. Atau karena konser Slank?,” kata Sya’roni dalam keterangannya, Selasa (23/2).
Kegamangan Jokowi, lanjutnya bisa juga terjadi karena manuver Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono yang sebelumnya mengumpulkan para netizen. Yang pasti, kegamangan Jokowi secara langsung menunjukkan bagaimana militansinya terhadap arah dan kebijakan PDI Perjuangan.
Ia mencontohkan bagaimana sesama kader PDIP, Masinton Pasaribu lebih terlihat gentleman dibanding Jokowi. Masinton bahkan rela dicibir dan dikeluarkan dari daftar politisi bersih karena sikapnya dalam memperjuangkan arah dan kebijakan partai di parlemen.
“Jokowi lupa bahwa di belakang PDIP dan partai pendukung lainnya ada puluhan juta orang yang telah menyerahkan mandat politiknya. PDIP misalnya, dalam Pemilu 2014, meraup 23 juta suara. Dan bila seluruh perolehan partai pendukung revisi UU KPK digabung jumlahnya mencapai 84 juta suara,” ungkapnya.
Dalam catatannya, Presiden Jokowi bukan kali ini saja tidak mengindahkan kebijakan PDI Perjuangan.
”PDIP sudah berkali-kali dikecewakan Jokowi, mulai dari pembagian kursi menteri yang tidak proporsional, penolakan melantik Budi Gunawan menjadi Kapolri, keengganan memecat Rini Soemarno, hingga kegamangan dalam revisi UU KPK,” jelas Sya’roni.
Ia berpendapat jika hal ini terus berlangsung, bukan tidak mungkin PDIP menentukan sikap keras terhadap pemerintahan Jokowi. Yakni, dengan menarik seluruh kadernya di Kabinet Kerja.
”Publik menunggu sikap PDIP selanjutnya. Bila kemarahan sudah memuncak, bukan tidak mungkin PDIP akan menarik seluruh menterinya dari Kabinet Kerja. Bila itu tidak terjadi, berarti PDIP masih mentolelir sikap Jokowi,” demikian Sya’roni.
Artikel ini ditulis oleh: