Jakarta, Aktual.com — Permasalahan yang terjadi antara Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sekaitan dengan pemberian izin pembangunan smelter terus mengemuka dan menarik perhatian dari berbagai pihak.
Dalam diskusi yang digelar oleh Korp Alumni HMI (KAHMI) di kawasan Tebet, Jumat (26/2) terungkap bahwa selama ini ada tarik ulur antara Kementerian Perindustrian dan Kementerian ESDM terkait siapa yang mesti mempunyai kewenangan terkait pemberian izin pembangunan smelter atau pabrik pengolahan bahan baku mentah hasil tambang.
Dirjen Mineral dan Batu Bara (Minerba) Bambang Gatot Ariyono mengakui, bahwa selama ini memang permasalahan pemberian izin tersebut masih dalam pembahasan, tentang siapa yang mesti memberikan izin apakah Kemenperin atau KESDM itu belum menemui kesepakatan.
“Memang kami sudah beberapa kali bertemu dengan Kemenperin, termasuk pak Menteri Perindustrian, pak Saleh Husin terkait pemberian perizinan pengolahan pemurnian ini. Namun belum ada kesepakatan. Tetapi sebenarnya ujungnya ini ada di BKPM sebagai pemberi izin satu pintu,” paparnya.
Menanggapi hal itu, Pengamat Pertambangan yang juga Ketua Departemen Ristek dan ESDM KAHMI. Lukman Malanuang mengungkapkan, terkait dengan belum jelasnya kewenangan pemberian izin tersebut, pemerintah dalam hal ini Presiden harus segera turun tangan dengan menerbitkan regulasi yang jelas agar supaya kedua kementerian, KESDM dan Kemenperin tidak menimbulkan kegaduhan nantinya.
“Kita meminta kepastian dari pemerintah untuk segera menerbitkan regulasi terkait pembagian kewenangan pemberian perizinan pembangunan smelter. Apakah di Kementerian ESDM ataukah di Kementerian Perindustrian,” paparnya.
Dalam regulasi tersebut, menurut Lukman harus dicantumkan secara jelas mana yang menjadi bagian Kementerian ESDM, mana yang menjadi bagian Kementerian Perindustrian.
“Itu harus clear kedua lembaga ini. Harus secepatnya diterbitkan agar pelaku usaha, khususnya di sektor ini tidak bingung,” tandasnya.
Ia pun berharap, penerbitan regulasi ini dilakukan sebelum finalisasi revisi UU Minerba.
“Harus terbit sebelum revisi minerba selesai. Jangan menunggu UU Minerba selesai dibahas baru diterbitkan regulasi ini. Kita minta, KAHMI khususnya kepada pemerintah agar regulasi ini diterbitkan dalam jangka waktu satu bulan kedepan,” jelasnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Eka