Jakarta, Aktual.com — Kalangan dunia usaha masih menuding pemerintah belum berpihak secara penuh dalam menciptakan iklim usaha yang kondusif.
Segala insentif yang disebutkan dalam paket kebijakan ekonomi masih dianggap belum dirasakan manfaatnya oleh kalangan dunia usaha, bahkan itu hanya disebut sebagai retorika saja.
“Belum ada dukungan konkret dari pemerintah terhadap dunia usaha. Suku bunga kredit masih mencekik dan pasokan bahan baku tidak jelas,” keluh mantan Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi), Thomas Darmawan kepada Aktual.com, Minggu (28/2).
Menurut Thomas, meski paket kebijakan ekonomi sudah digelontorkan pemerintah hingga ada sepuluh paket, tapi dampak konkretnya belum dirasakan sama sekali. Dia merasa tidak ada insenrif sama sekali.
“Tidak ada tuh insentif yang kami terima. Akses pendanaan masih dibebani bunga tinggi. Kebijakan supply bahan baku yang sangat urgent bagi kami, juga tidak terasa manfaatnya,” tandas dia lagi.
Soal suku bunga kredit, kata dia, kendati Bank Indonesia (BI) sejak awal tahun sudah menurunkan suku bunga acuannya (BI Rate) dari 7,5 persen menjadi 7 persen, tapi bagi dunia usaha kategori menengah dan besar belum berdampak pada suku bunga kredit yang kecil.
“Hanya KUR (kredit usaha rakyat) yang bunganya kecil, 9 persen. Kami masih double digit. Tapi bagi kami, pelaku usaha menengah dan besar masih belum banyak insentifnya,” kata dia.
“Kalau kata pemerintah selalu bilang, mungkin butuh waktu,” sindir Thomas.
Meski begitu, dibanding saat BI Rate belum diturunkan, suku bunga kredit yang didapatnya memang tergolong sangat tinggi. Namun sekarang kalau pun dianggap lebih baik, tetap masih tinggi jika melihat suku bunga negara-negara ASEAN.
Apalagi, jika dikaitkan lagi dengan adanya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), suku bunga tinggi yang didapat perusahaan Indonesia, jelas akan menurunkan daya saingnya. Di Filipina suku bunganya hanya 3 persen, Malaysia sekitar 4-6 persen, dan Singapura itu 5 persen.
“Nah kita? Masih tinggi. Hampir double digit. Itu sangat membertkan untuk daya saing kami.
Memang dia mengakui, bagi perusahaan besar dan punya prospek ada penurunan penurunun suku bunga kredit. Tapi belum banyak dan masif. “Harusnya segera turun (suku bunga kreditnya),” imbuhnya.
Artikel ini ditulis oleh: