Islamabad, Aktual.com – Puluhan ribu warga Pakistan, Selasa (1/3), bersorak dan melemparkan bunga ke arah keranda seorang pengawal pribadi, yang dihukum mati pekan ini, karena membunuh gubernur provinsi terpadat di Pakistan, atas seruannya mengubah undang-undang ketat penistaan agama.

Keamanan diperketat selama pemakaman Mumtaz Qadri, yang oleh pendukungnya dianggap pahlawan karena membunuh gubernur Punjab Salman Taseer pada 2011, karena mengecam undang-undang yang mengancam hukuman mati bagi penghina Islam atau Nabi Muhammad.

Polisi menutup jalan ke taman Liaquat Bagh di kota Rawalpindi namun ribuan orang tiba dengan berjalan kaki.

“Ia hidup! Qadri hidup!” teriak pendukung, yang mengelilingi peti mati itu dan melemparkan bunga, dikutip dari Reuters. “Dari darah Anda, revolusi akan datang!” Kelompok keras agama di Pakistan mengatakan Taseer layak mati karena melakukan penistaan dengan mengecam hukum dan mendukung seorang perempuan kristen, yang ia sebut didakwa melakukan kejahatan secara tidak adil.

Unjuk rasa mendukung Qadri pertama kali pecah pada Senin (29/2), setelah kabar mengenai eksekusinya menyebar.

“Mumtaz Qadri adalah pahlawan Islam. Ia mengirim ke neraka, seseorang yang menunjukkan rasa tidak hormat kepada Nabi,” kata Tahir Iqbal Chistie dari kelompok garis keras Sunni Tehreek dalam sebuah aksi unjuk rasa, Senin.

Pegiat Sunni Tehreel bersenjata batang kayu menjaga keamanan saat acara pemakaman pada Selasa.

Pemimpin berpengaruh Dewan Ideologi Islam yang konservatif menolak menyatakan persetujuannya atas aksi Qadri.

“Tidak ada seorang pun di atas hukum,” kata Mohammad Sherani kepada wartawan, seperti dikutip harian “Express Tribune”.

“Saya menghormati sentimen agama Qadri namun saya lebih menghormati undang-undang dasar Pakistan,” katanya.

Silang pendapat terkait UU penistaan agama mencuatkan kesenjangan kelompok kolot garis keras dengan kelompok liberal di Pakistan.

Setiap tahun, lebih dari 100 orang didakwa menista agama dan dipenjara di Pakistan, yang berpenduduk mayoritas Islam, selain warga Kristen dan suku kecil lain.

Para kritikus mengatakan UU tersebut seringkali digunakan dalam perkara perselisihan pribadi.

Belum ada terdakwa yang dieksekusi atas dakwaan menista agama, namun setidaknya 65 orang dibunuh terkait dengan tuduhan penistaan agama sejak 1990, kata data Pusat Riset dan Studi Keamanan serta data Reuters.

Artikel ini ditulis oleh:

Antara