Jakarta, Aktual.com — Peneliti Institute for Development of Economic and Finance (INDEF), Mohammad Reza Hafiz menilai penurunan harga minyak tidak sesuai harapan masyarakat. Kebijakan pemerintah tersebut tidak mengakomodir keberpihakan terhadap rakyat.
Menurutnya kalau dibandingkan harga BBM dengan negara Malaysia, harga BBM di Indonesia Jauh lebih mahal sehingga sulit bagi industri Indonesia untuk bersaing pada pasar global.
“Memang jauh lebih mahal, salah satunya karena mereka tidak menerapkan pajak di RON 95, ini sulit menggerakkan sektor industri ditengah persaingan global,” jelasnya kepada Aktual.com, Selasa (1/3).
Dia mengatakan seharusnya pemerintah menurunkan lebih signifikan agar membawa multiplayer efek terhadap perekonomian rakyat.
Seperti diketahui, jika dilihat perbandingan harga jual eceran BBM jenis premium RON95 dan RON97 di Malaysia turun masing-masing 15 sen dan 10 sen ringgit per liter mulai Selasa (1/3) dini hari, sementara harga diesel tidak berubah.
Menurut sumber industri yang dikutip berbagai media setempat di Kuala Lumpur, Selasa, harga baru RON95 (setara pertamax plus) menjadi 1,6 ringgit (Rp5.120) per liter dan RON97 menjadi 1,97 ringgit (Rp6.300) per liter.
“Harga diesel tetap pada 1,35 ringgit (Rp4.320) per liter atau tidak mengalami penurunan harga eceran,” katanya.
Pengusaha SPBU dan masyarakat diminta menggunakan harga terkini yang telah ditetapkan pemerintah tersebut.
Penurunan harga minyak dilakukan berdasar sistem fluktuatif terkendali yang dilaksanakan pemerintah mengikuti harga minyak dunia.
Sementara, di dalam negeri, PT Pertamina (Persero) per 1 Maret 2016 juga menurunkan harga bensin jenis Pertamax (RON92) Rp200 per liter menjadi Rp7.950 per liter, Pertamax Plus (RON95) Rp200 per liter menjadi Rp8.850 per liter, Pertalie (RON90) Rp100 per liter menjadi Rp7.500 per liter, dan Pertamina Dex (diesel) Rp200 per liter menjadi Rp8.800 per liter.
Sedangkan, untuk harga premium dan solar bersubsidi yang ditetapkan pemerintah, tidak berubah.
Harga premium (RON88) tetap Rp7.050 di wilayah Jawa-Bali dan Rp6.950 di luar Jawa Bali, sedangkan solar bersubsidi tetap Rp5.650 per liter.
Sesuai regulasi, pemerintah baru akan mengevaluasi harga jual premium dan solar bersubsidi tersebut pada April 2016.
Artikel ini ditulis oleh:
Dadangsah Dapunta
Eka