Jakarta, Aktual.com — Komisi I DPR RI menggelar rapat tertutup dengan Kepala BIN Sutiyoso, pada Senin (29/2) kemarin. Ada yang menarik dari rapat tertutup berdasarkan informasi yang dihimpun Aktual.com di lapangan.
Sutiyoso yang mengatakan bahwa saat ini sedang menjalankan kerjasama dengan Kementerian Keuangan dalam penanganan pajak, sesuai dengan ketentuan Undang-Undang No 17/2011 tentang BIN terkait dengan kewenangan.
Lalu apa hubungan BIN dengan pajak? Apakah ini jadi solusi alternatif bagi pemerintah tanpa memberlakukan tax amnesty?
Kepada Aktual.com Ketua Komisi I DPR RI, Mahfudz Siddiq, menjelaskan tujuan BIN tersebut. Berikut petikan wawancaranya:
Aktual.com: Bagaimana soal keterangan Kepala BIN Sutiyoso terkait peranannya dalam penanganan pajak, di Komisi I, Senin (29/2) kemarin?
Mahfudz Siddiq: Awalnya bahwa ada permintaan dari Kementerian Keuangan (Kemekeu) khususnya dari Direktorat Jenderal Pajak agar BIN membantu untuk menyelesaikan persoalan sengketa perpajakan yang sudah inkrach, namun belum bisa ditarik pajaknya itu.
Berdasarkan kesepakatan kerjasama itu, BIN sudah melakukan langkah-langkah dalam membantu Kemenkeu sehingga dari langkah itu ada beberapa wajib pajak yang sudah diputus inkrach membayarkan kewajibannya kepada negara. Ketika hal ini dilaporkan ke komisi I, kami melihat ini sebagai bagian dari fungsi intelejen ekonomi juga, apalagi di tengah kondisi keuangan negara pada target penerimaan pajak rendah.
Jadi kemarin komisi I memberikan dukungan penuh atas kerjasama Kemenkeu dengan intelejen negara itu dalam rangka pencapaian target penerimaan pajak.
Hal ini bukan hanya dilakukan pada kasus-kasus yang sudah inkrach saja, tetapi kalau itu dapat diperluas dalam kasus lain maka kita (komisi) akan mendukungnya.
Aktual.com: Artinya, BIN bekerja berdasarkan data base dari Ditjen Pajak untuk mengetahui pengemplang pajak yang telah ditetapkan bersalah dan harus membayarnya (inkrach)?
Mahfudz Siddiq: Kalau kita lihat jumlah wajib pajak perorangan masih sangat rendah, saya kira menjadi fungsi intelejen ekonomi juga untuk melihat masalah sebenarnya. Lalu, melihat wajib pajak dari sektor perusahaan yang belum maksimal, apalagi banyak sengketa pajak yang ternyata belum bisa dieksekusi oleh Kemenkeu, kalau Kemenkeu merasa ada kendala dilapangan lalu mereka meminta bantuan BIN, menurut komisi I ya, itu memungkinkan karena ada fungsi intelejen ekonomi itu tadi.
Aktual.com: Sebenarnya fungsi BIN dalam kerjasama ini seperti apa?
Mahfudz Siddiq: Yang dilakukan BIN adalah melakukan pendekatan komunikasi kesejumlah wajib pajak agar mereka punya komitmen dalam penuaian kewajibannya itu.
Aktual.com: Apakah ini terobosan baru?
Mahfudz Siddiq: Baru kali ini dilakukan, tetapi kalau kami melihatnya; 1. Dari sisi acuan, dimana dapat masuk dalam lingkup fungsi intelejen ekonomi. 2. Karena menyangkut keuangan negara ketika penerimaan target penerimaan pajak tidak tercapai, ini bisa menciptakan gangguan dalam proses pembangunan nasional, bila BIN dapat memitigasi itu lalu ada rekomendasi kepada Kemenkeu sangat mungkin dilakukan.
Sehingga, BIN bukan dalam peran mengambil alih fungsi melakukan pungutan pajak.
Aktual.com: Komisi I melihat apakah bisa dikatakan lebih efektifkah apa yang dilakukan BIN ini?
Mahfudz Siddiq: Ini kasuistik saja, bukan menjadi sebuah kerjasama permanen, karena persoalan pajak sepenuhnya menjadi tanggungjawab Kemenkeu melalui Ditjen pajaknya. Tapi, dalam case adanya ancaman target penerimaan tidak terpenuhi, sementara negara membutuhkan modal pembangunan, ya menurut kami tidak ada masalah kalau BIN dapat membantu.
Aktual.com: Apakah instrumen BIN ini dapat diberlakukan tidak hanya di dalam negeri saja, melainkan melakukan pendekatan kepada pengemplang pajak yang ada di luar negeri?
Mahfudz Siddiq: Kalau sekarang ini baru sebatas kasus sengketa pajak yang sudah inkrach, tetapi bisa jadi ada wajib pajak yang ngemplang yang belum masuk sengketa dan ada datanya di Ditjen pajak tapi terkendala menindaklanjuti. Jadi, menurut saya itu wilayah yang dapat diperluas, sehingga sangat mungkin BIN melakukan pendekatan itu. Misal, manipulasi pajak atau adanya pengalihan modal ke luar negeri, karena BIN dapat bekerjasama dengan dinas intelejen negara lain dalam mendeteksi itu.
Aktual.com: Tentunya komisi I sepakat jika langkah kerjasama ini menjadi solusi alternatif bagi pemerintah untuk menambah pendapatan pajak sehingga tidak perlu pemerintah mendorong diberlakukanya Tax Amnesty?
Mahfudz Siddiq: RUU Tax Amnesty sampai sekarang ini kan masih belum jelas nasibnya, sementara kebutuhan penerimaan pajak ini kan real dibutuhkan. Sambil menunggu kejelasan tax amnesty, saya pikir mengintensifkan kerjasama antara Kemenkeu dengan BIN ini, bila outputnya kemudian posistif, maka ini yang bisa terus dilakukan dan didukung.
Artikel ini ditulis oleh:
Novrizal Sikumbang