Jakarta, Aktual.com — Pernyataan Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Basaria Panjaitan, yang menyebut belum ada dugaan korupsi pada kasus Sumber Waras menuai kritik.
Misalnya, seperti yang dilayangkan politikus Partai Bulan Bintang (PBB), Teddy Gusnaidi. Baginya, pernyataan itu mengindikasikan KPK sengaja menutup mata terhadap alat bukti yang ada di depan mata.
Dia lantas mencontohkan kasus pembelian lahan senilai hampir Rp800 miliar tersebut dengan kasus lain yang memiliki pola sama dan telah diungkap KPK.
“Mark up (penggelembungan) tanah pembangunan gedung BPK, tanah Bokong Semar, Dermaga Sabang dan kasus-kasus mark up lainnya, KPK sangat tegas,” ujarnya kepada Aktual.com, Sabtu (5/3).
“Kenapa untuk kasus dugaan mark up di Sumber Waras yang polanya sama dengan kasus daerah lain, KPK bersikap berbeda?” imbuhnya heran.
Kata Teddy, ada dua hal komisi antirasuah ini bersikap demikian. “Pertama KPK telah bermetamorfosis menjadi ‘Komisi Perlindungan Koh Ahok’,” cibirnya.
Atau kedua, imbuhnya, KPK berisi orang-orang yang kurang mampu dan tidak paham bekerja. “Hanya tahunya dapat gaji,” ketus dia.
Teddy beranggapan demikian, lantaran ada dua alat bukti yang cukup jelas ada di hadapan KPK.
Sebagaimana diatur dalam KUHP, alat bukti itu terdiri dari keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa.
Dari lima hal ini, ucapnya, jika dilihat fakta kasus Sumber Waras, sangat lebih dari cukup untuk KPK mentersangkakan Ahok.
Pertama, pada UU No. 28/2009 menyebutkan, bahwa NJOP ditentukan kepala daerah. Demikian pula pada Perda DKI No.16/2011.
Namun, Ahok berkelit dengan mengatakan yang menentukan adalah Kemenkeu sesuai Perpres No. 40/2014 dan UU No. 2/2012.
“Faktanya, di Perpres dan UU itu, Ahok tidak ada menyebutkan peran Kemenkeu terkait penentuan NJOP,” jelasnya.
Kedua, keterangan ahli menyatakan, bahwa penentuan NJOP adalah kewenangan gubernur. Untuk menggali ini, KPK disarankan memanggil BPK sebagai ahli.
Ketiga, keterangan saksi yang menyatakan terjadi pelanggaran pembelian tanah sumber waras. “KPK pun bisa memanggil BPK sebagai saksi,” lanjutnya.
Atau tidak, kata Teddy, KPK bisa memanggil di luar BPK, mengingat banyak ahli hukum telah menyatakan alat bukti sudah cukup.
“Pertanyaannya, apa yang dilakukan KPK dalam memproses hal ini? Harus mereka jelaskan tidak cukup bukti yang dimaksud itu apa saja?” tantangnya.
KPK juga harus menjelaskan siapa saja yang telah dipanggil dan apa hasilnya. “Kalau sepihak, ya patut dicurigai,” ketusnya.
Artikel ini ditulis oleh: